Senin, 26 Desember 2011

Review Jurnal 12

Nama kelompok:
Airin Akte Savira / 20210444 (airin_04)
Dessy lestari / 21210848 (dessy.lestari)

Juni Erbina Saragih / 23210813 (junierbinasaragih)

Siti Amanah / 26210579 (siti_amanah10)

Yuli Chatrine Castro /28210741 (chaterinecastro)

Model Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Kredit Mikro
Koperasi Warga Kesuma Tiara, Jakarta

Abstrak
Usaha kredit mikro adalah salah satu bidang usaha yang ternyata memiliki jumlah
dan kekuatan yang dominan di Indonesia. Aktivitas usaha kredit mikro tersebut baru mengemuka setelah krisis ekonomi tahun 1997. Keterpinggiran mereka diperparah dengan sedikitnya, atau bahkan tidak adanya perhatian dari dunia pendidikan, baik secara praktis maupun teoritis. Penelitian ini mencoba mengkaji salah satu dari ribuan usaha kredit mikro di Indonesia, terutama dalam pengelolaan dan pengembangannnya, serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan dan kegagalannya. Subyek dalam penelitian ini adalah salah satu usaha kredit mikro koperasi warga (Kopaga) Kesuma Tiara, yang berloksi di Kemanggisan, Jakarta Barat.

Kata kunci: kredit mikro, dana bergulir, pinjaman bertahap

Latar Belakang Masalah

Masyarakat kelas bawah melalui usaha kecil dan menengah (UKM) dan lembaga keuangan mikro lainnya amat jarang disentuh oleh ilmu ekonomi formal. Padahal selain
jumlahnya yang besar, mereka juga kuat dalam menopang perekonomian Indonesia. Menurut Swasono (2001) kenyataan empiris di Indonesia telah membuktikan krisis moneter tahun 1997 telah melumpuhkan sektor manufaktur (industri-industri besar) yang banyak menggunakn bahan-bahan impor. Ketika mata uang dollar melonjak nilainya karena krisis ekonomi, maka bahan dan komponen impor menjadi mahal, nyaris tidak terbeli oleh sektor industri besar. Jika proses produksi diteruskan, mereka tidak lagi kompetitif.

Akibatnya, industri ini tidak dapat bertahan, dan terpaksa diambil alih oleh BPPN. Sementara itu, produk-produk UKM pada umumnya tidak banyak mengandung bahan-bahan atau komponen-komponen impor, karena yang digunakan adalah abahanbahan atau komponen-komponen lokal, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pada saat ada kenaikan kurs dollar, sektor ini tidak saja dapat bertahan hidup tetapi justru mendapatkan perolehan ekspor yang meningkat tajam. Sabirin (2001) menjelaskan bahwa untuk memberdayakan masyarakat golongan ekonomi lemah atau sektor usaha kecil adalah dengan menyediakan sumber pembiayaan usaha yang terjangkau. Salah satu strategi pembiayaan bagi golongan ini adalah usaha kredit mikro.

Menurut Urata (dalam Dwi Riyanti, 2002) sektor usaha kecil menengah dan
koperasi telah dapat menyerap 99,6% tenaga kerja Indonesia. Meski hanya memanfaatkan 10% dari total uang yang beredar, tetapi telah menyumbang 49% GDP dan 15% ekspor non-migas Indonesia.


Kredit Mikro
Usaha kredit mikro adalah suatu istilah lain dari micro credit. Ada banyak pihak yang mencoba mendefinisikan kredit mikro. Berikut ini beberapa di antaranya. Grameen Banking (2003) mendefinisikan kredit mikro sebagai pengembangan pinjaman dalam jumlah kecil kepada pengusaha yang terlalu lemah kualifikasinya untuk dapat mengakses pada pinjaman dari bank tradisional. Calmeadow (1999) mengartikan kredit mikro sebagai arisan pinjaman modal untuk mendukung pengusaha kecil dalam beraktivitas, umumnya dengan alternative jaminan kolateral dan sistem monitoring pengembalian. Pinjaman diberikan untuk melayani modal kerja sehari-hari, sebagai modal awal untuk memulai usaha, atau sebagai modal investasi untuk membeli asset tidak bergerak. Pada umumnya, kredit mikro melayani area geografi tertentu atau masyarakat tertentu. Dana awalnya diberikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan dari kelompok tertentu seperti wanita, pendatang baru, anakanak, dan orang cacat. Kebanyakan usaha kredit mikro menawarkan beberapa bentuk dari bantuan teknis, seperti pelatihan usaha kecil, pertukaran pengalaman di antara anggota, dan peluang networking. Selanjutnya, Calmeadow menjelaskan bahwa struktur kepemilikan dari dana pinjaman dari kredit mikro amat bervariasi. Umumnya kredit mikro dimiliki secara
campuran antara dana publik dengan investasi swasta. Kredit mikro juga dapat beroperasi secara independen, bagian integral dari program pengembangan masyarakat ekonomi, atau suatu program yang merupakan bagian dari bank komersial.
Pada kenyataanya kredit mikro telah terbukti secara efektif dan popular dalam upaya mengatasi kemiskinan (Grameen Banking, 2003). Meskipun pada awalnya kredit mikro lahir sebagai suatu terobosan bagi penyediaan jasa keuangan kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak memiliki akses ke system keuangan modern. Dalam
perkembangannya, konsep pembiayaan mikro telah meluas tidak sekedar sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan usaha kecil, tetapi lebih dari itu, sebagai suatu
pendekatan dalam pembangunan ekonomi (Sabirin, 2001). Sementara itu definisi kredit mikro yang dicetuskan dalam pertemuan The World Summit on Microcredit di Washington, pada tanggal 2-4 Februari 1997 adalah program/kegiatan memberikan pinjaman yang jumlahnya kecil kepada masyarakat miskin untuk kegiatan usaha meningkatkan pendapatan, pemberian pinjaman untuk mengurus diri sendiri dan keluarganya (Srinivas, 1999). Definisi kredit mikro diatas bukanlah harga mati, tentu saja definisi yang lebih luas tentang kredit mikro tergantung dari masing-masing negara.

Langkah-Langkah Membangun Program Kredit-mikro
Untuk membangun sebuah kegiatan yang berkesinambungan (sustainable) diperlukan usaha dan sumberdaya yang maksimal. Demikian halnya juga dalam membangun program kredit-mikro. Apalagi program kredit-mikro merupakan program dana bergulir yang harus diperhatikan keberlangsungannya (survival). Adapun langkahlangkah yang perlu dilakukan untuk membangun program kredit-mikro yang berkesinambungan adalah sebagai berikut :
a. Memilih model atau program kredit-mikro
b. Membangun konsensus
c. Menunjuk staf untuk pengembangan ekonomi
d. Mengikuti dan menyelaraskan dengan kebijakan-kebijakan nasional
e. Memilih dan menilai institusi keuangan sebagai mitra
f. Membuat kesepakatan dengan mitra
g. Memelihara kesepakatan kemitraan (Srinivas b), 1999).

Beberapa model kredit mikro dapat ditemukan dari dalam negeri dan manca negara. Di dalam negeri, model-model kredit mikro antara lain adalah model yang dikembangkan oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Dari pemerintah, kita mengenal Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (KUKESRA), Badan Usaha Unit Desa (BUUD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Tani (KUT), dan Program Jaring Pengaman Sosial Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (JPS-PDMDKE). Adapun model kredit mikro non pemerintah yang berkembang di masyarakat antara lain adalah arisan, bank plecit, rentenir, dan koperasi simpan pinjam. Dewasa ini beberapa organisasi non pemerintah (Ornop) juga telah mengembangkan usaha kredit mikro seperti YPWI, Bina Swadaya, Kesuma Multiguna, Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), International Relief Development (IRD), Mercy Corps International (MCI), Baitul Maal Tanwil (BMT), dan sebagainya (Wardoyo & Prabowo, 2001). Beberapa model yang berkembang di mancanegara antara lain adalah BRAC (Bangladesh Rural Advancement Committee) di Bangladesh, Grameen Bank di Pakistan, SEWA (Self Employed Women’s Association) Bank di India, Bank for Agriculture and Agricultural Cooperatives (BAAC) di Thailand, Rotating Saving and Credit Associations (ROSCAs) atau arisan yang ada di beberapa negara termasuk Indonesia (Wardoyo & Prabowo, 2001).

Metode Penelitian
Penelitian ini adalah participatory action research yang mengambil koperasi warga (kopaga) Kesuma Tiara sebagai subyek. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pengamatan, dan pengamatan terlibat (participant observation). Beberapa orang yang dijadikan informan penelitian antara lain adalah para pendiri koperasi, para pengurus koperasi, petugas lapangan, dan beberapa anggota koperasi.

Awal Berdirinya Usaha Kredit Mikro
Pada jam 10.00 tanggal 15 Mei Juni 1999, di rumah ibu Sarjiyem di wilayah RT 18 RW 08 yang berada di bantaran sungai Grogol, embrio usaha kredit mikro mulai dijalankan pada satu kelompok ibu-ibu yang beranggotakan sepuluh orang. Uang satu juta rupiah dikeluarkan untuk sepuluh anggota, sehingga setiap anggota mendapatkan pinjaman sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). Pada jam 12.00 pada hari yang sama, bertempat di rumah Ibu Sawit di wilayah RT 15 RW 08, telah disosialisasikan pengguliran dana melalui kredit-mikro kepada ibu-ibu di wilayah tersebut. Seminggu setelah itu berhasil digulirkan dana pinjaman untuk yang kedua kalinya. Di wilayah ini situasinya agak lebih serius. Hal ini disebabkan karena beberapa anggotanya adalah mereka-mereka yang pernah bekerja di sektor formal yang umumnya memiliki pendidikan yang cukup. Mereka tidak bekerja lagi karena terkena PHK akibat krisis ekonomi. Mereka inilah (mbak Sri, mbak Eti dan mbak Har) yang di kemudian hari merupakan wanita yang berani menjadi pemimpin koperasi. Akhirnya, pada tanggal 26 Mei 1999, bertempat di rumah mbak Sutinah, didirikan koperasi warga (Kopaga) Kesuma Tiara. “Kesuma” adalah nama bunga atau juga merupakan akronim dari kelompok serba usaha mandiri, sedangkan “tiara” adala
penggalan dari kata mutiara, perhiasan yang dijual di suatu toko di Kemanggisan. Permasalahan yang muncul berikutnya adalah banyaknya peminat yang menginginkan untuk mendapatkan pinjaman sementara dana yang dibutuhkan tidak ada serta tidak punya jaminan untuk meminjam kepada pihak ketiga. Jalan keluar yang diambil adalah mengumpulkan orang-orang yang seide untuk membuat proposal lengkap
dengan rancangan aliran kas untuk jangka waktu sampai dengan 81 bulan ke depan dan disosialisasikan ke berbagai lembaga. Setelah mengalami perjalanan panjang dari satu lembaga ke lembaga lain akhirnya ada lembaga yang tertarik dengan proposal yang diajukan. Lembaga itu adalah Yayasan Pengembangan Wirausaha Indonesia (YPWI) yang mau memberikan pinjaman lunak sebesar Rp. 120.000.000,- setelah melalui proses negosiasi selama hampir lima bulan.

Pelaksanaan Program Usaha Kredit Mikro Kesuma Tiara
Tahapan pelaksanaan program usaha kredit-mikro di Kesuma Tiara lalu dijalankan
melalui tahap-tahap sebagai berikut: social mapping, penentuan kelompok sasaran,
sosialisasi program, seleksi anggota, implementasi program, dan pelatihan manajemen
usaha.
a. Identifikasi lokasi (wilayah) atau social mapping
Melakukan penelitian kelurahan atau wilayah yang akan dijadikan wilayah sasaran
program kredit-mikro. Pendataan yang dilakukan dalam social mapping meliputi
data geografi, demografi, sosial-ekonomi, institusi formal dan informal. Data
penunjang juga diperlukan dalam tahap ini, yang berupa needs assessment yang
meliputi masalah sosial, kebutuhan dan pelayanan, potensi dan sumber daya
masyarakat.
b. Penentuan kelompok sasaran
Kelompok sasaran (target groups) program ini adalah kelompok yang sudah ada
dalam masyarakat (existing groups/indigenous) baik laki-laki maupun perempuan.
Apabila kelompok sasaran belum terbentuk maka dapat dilakukan pembentukan
kelompok baru. Kelompok sasaran yang diutamakan adalah perempuan,
mempunyai usaha, membutuhkan modal usaha atau tambahan modal.
c. Sosialisasi program kredit-mikro
Menyampaikan dan mensosialisasikan program kredit-mikro, apa tujuan dan
maksud dari program tersebut. Dengan adanya pemahaman yang jelas, diharapkan
penunggakan angsuran dapat dihindari atau paling tidak dapat dikurangi. Tahap ini
juga menjelaskan bahwa program kredit-mikro ini merupakan program dana
bergulir (revolving funds) artinya apabila terjadi tunggakan angsuran maka akan
ada anggota yang seharusnya mendapatkan pinjaman menjadi tertunda. Sosialisai
dilakukan sepanjang program kredit-mikro ini berjalan. Terutama pada saat
merekrut anggota baru.
d. Seleksi anggota
Seleksi anggota dilakukan untuk mendapatkan calon anggota yang sesuai dengan
sasaran dan syarat dari program kredit-mikro. Dalam seleksi anggota ini pada
mulanya calon anggota mengajukan diri sebagai anggota dengan berbagai
persyaratan administratif. Lalu anggota kelompok lainnya melakukan seleksi
secara kolektif untuk menerima atau menolak calon anggota tersebut. Persyaratan
anggota adalah :
1). Mempunyai usaha, baik usaha sendiri maupun yang dilakukan suami
2). Tinggal di wilayah Rt/Rw kelurahan setempat
3). Mempunyai reputasi yang baik di masyarakat, artinya secara umum diketahui
oleh tetangga sekitar tidak mempunyai masalah dengan pihak lain yang berhubungan dengan utang-piutang
4). Menyerahkan foto copy KTP dan Kartu Keluarga.
e. Implementasi Program
Langkah selanjutnya setelah kelompok terbentuk dengan anggota-anggotanya
adalah melakukan implementasi program kredit-mikro. Tahap ini adalah tahap implementasi dengan mulai menggulirkan pinjaman kepada anggota. Pada tahap
ini ditegaskan kembali bahwa program ini adalah merupakan program dana bergulir, dimana apabila ada yang macet atau menunggak maka anggota yang lain
tidak bisa mendapatkan pinjaman. Dan akan mengganggu program secara
keseluruhan.
f. Pelatihan manajemen usaha
Pada tahap pelatihan manajemen usaha anggota secara bergantian dan secara
selektif mendapatkan pelatihan tentang pencatatan dan pembukuan sederhana
(buku kas harian), pemasaran, penentuan harga, dan pengelolaan usaha.

Tahap Pemberian Pinjaman
Pemberian pinjaman kepada anggota secara bertahap. Mulai dari tahap rescue
(darurat), recovery (pemulihan), dan development (pengembangan). Akan tetapi dalam
perkembangannya lalu disesuaikan dengan kondisi lapangan dan dalam rangka memenuhi permintaan anggotamaka dikembangkan tahap keempat, yang bernama entrepreneur (wirausaha). Seorang anggota tidak bisa langsung mendapatkan pinjaman pada tahap entrepreneur, tapi harus melalui tahap rescue, recovery, development, baru bias entrepreneur. Itupun harus dilihat catatan angsuran dan perkembangan usahanya. Anggota yang pada saat tanggal pembayaran tidak bisa membayar angsuran
diberikan tenggang waktu satu minggu, dan apabila setelah kelonggaran masih belum biasa juga membayar maka secara administratif akan diambilkan dari dana tanggung renteng yang disisihkan dari dana sosial. Tapi ini akan menjadi catatan bagi petugas lapangan, dimana anggota yang menunggak tersebut akan mendapatkan sanksi berupa penundaan pinjaman pada tahap berikutnya dan tidak dapat mendapatkan pinjaman sampai dengan tahap entrepreneur. Karena hanya anggota yang mempunyai track record yang baik dan kemajuan usahanya saja yang bisa mencapai tahap entrepreneur.
Perkembangan berikutnya berdasarkan temuan-temuan di lapangan besarnya pinjaman pada tahap rescue (Rp. 100.000,-) tidak atau kurang berarti untuk menopang penambahan modal bagi mereka, maka berdasarkan kesepakatan antara pengurus dan anggota maka pada tahap ini pinjaman menjadi Rp. 200.000,-.








Perkembangan Usaha
Memulai usaha dengan modal awal Rp. 2.000.000,- dan bermodalkan tekad yang
kuat untuk membantu kelompok ekonomi mikro kini KOPAGA Kesuma Tiara telah dapat
menghimpun dana dari berbagai sumber dana, baik hibah maupun pinjaman lunak.
Sampai dengan bulan Desember 2002 jumlah dana keseluruhan yang dikelola

Koperasi Mandiri
Mulai tahun 2002 Kopaga Kesuma Tiara menjadi koperasi mandiri yang telah
dilepas oleh lembaga induknya yaitu YPM Kesuma Multiguna. Persiapan kurang lebih
satu tahun untuk melakukan pembenahan administrasi serta hal lain untuk menjadi
koperasi mandiri, dalam arti :
1. Biaya operasional koperasi tidak disubsidi lagi oleh YPM Kesuma Multiguna atau
seratus persen menjadi tanggungjawab koperasi
2. Tidak ada lagi intervensi dari YPM Kesuma Multiguna dalam keputusan dan
kebijakan koperasi dan semua pengurus adalah anggota koperasi
3. Pengurus Koperasi bertanggungjawab sepenuhnya terhadap jalannya kegiatan
koperasi dan bertanggungjawab kepada anggota
4. Permasalahan yang ada dalam koperasi diselesaikan sendiri oleh pengurus
koperasi, tetapi apabila ada permasalahan yang tidak dapat dipecahkan maka
berkonsultasi kepada YPM Kesuma Multiguna
Hal penting yang dapat dicapai oleh Kesuma Tiara adalah dapat menutup biaya
operasional dan memperoleh keuntungan, serta dapat mengangsur pinjaman ke YPWI
mulai bulan Juni 2002 sebesar Rp. 2.500.000,- per bulan. Pengurus dan karyawan Kesuma Tiara saat ini adalah delapan orang dengan honor berkisar antara Rp. 300.000,- - Rp. 700.000,-, dan sewa kantor Rp. 6.500.000,- per tahun.

Replikasi
Dari hasil replikasi program yang merupakan hasil sinergi dengan program Mitra
Warga, maka dewasa ini hasil replikasi di empat wilayah di luar Kemanggisan

Faktor Pendukung
Keberhasilan koperasi warga Kesuma Tiara dalam menjalankan usaha kredit
mikro, dapat dilihat dari beberapa indicator, antara lain: penambahan jumlah anggota,
peningkatan besarnya pinjaman, dan kemandirian koperasi dalam menjalankan
pengelolaannya. Beberapa factor yang mendukung keberhasilan tersebut antara lain
adalah factor geografis, akses, dan ekonomi.
1. Faktor Geografis
Pelayanan yang diberikan kopaga Kesuma Tiara kepada anggotanya dilakukan
berdasarkan wilayah geografis dan dalam lingkup wilayah administrative setingkat
RT.
2. Faktor Akses
Berdasarkan factor geografis di atas, maka kemudahan akses juga diperoleh oleh
para anggota. Hal ini disebabkan karena ketua kelompok adalah di antara mereka
sendiri yang tinggal bersama dalam lingkup RT. Sebulan sekali petugas lapangan
mendatangi para anggota untuk menyelesaikan masalah transaksi keuangan dan
administrasi lapangan. Kemudahan ini hampir sama dengan yang diberikan para
rentenir.
3. Faktor Sosial Ekonomi
Beberapa factor social ekonomi yang ikut berpengaruh antara lain adalah tidak
adanya agunan, bunga yang relatif kecil, tanggung renteng, dan pelayanan social.
a. Tidak adanya agunan
Untuk menjadi anggota hanya diperlukan fotokopi KTP dan tanpa ada
agunan.
b. Bunga yang relatif kecil
Bunga yang ditawarkan kepada anggota lebih kecil jika dibandingkan
dengan bunga rentenir.
c. Tanggung renteng
Untuk mendapatkan anggota yang baru, para anggota lama menyeleksi
dengan ketat siapa yang akan dijadikan anggota berikutnya. Hal ini
disebabkan karena, jika salah satu anggota tidak dapat mengembalikan
kredit, maka semua anggota kelompok secara bersama-sama yang akan
mengembalikannya.
d. Pelayanan social
Bunga dikembalikan dalam bentuk pelayanan social yang diberikan kepada
para anggota maupun non anggota yang memerlukan.

Kesimpulan
Program kredit-mikro yang diprakarsai dan diselenggarakan oleh YPM Kesuma
Multiguna melalui lembaga kopaga Kesuma Tiara Jakarta hanya merupakan salah satu
dari model kredit-mikro yang ada. Kreteria dasar kredit-mikro yang meliputi ukuran,
kelompok sasaran, penggunaan, dan waktu dan persyaratan telah terpenuhi.
Program kredit-mikro Kesuma dijalankan melalui beberapa tahap, yaitu
(i) Indentifikasi lokasi (social mapping),
(ii) Penentuan Kelompok Sasaran,
(iii) Sosialisasi Program,
(iv) Seleksi Anggota,
(v) Implementasi Program,
(vi) Pelatihan Manajemen Usaha.
Apabila ingin mengembangkan program kredit-mikro di suatu wilayah, maka
dapat dipilih model kredit-mikro yang sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah tersebut. Program kredit-mikro yang berhasil di suatu wilayah belum tentu dapat berhasil di wilayah lain, juga untuk jenis kegiatan berbeda tentu saja diperlukan model yang berbeda pula. Model kredit-mikro bisa diterapkan diberbagai bidang kegiatan misalnya dalam Kredit Usaha Tani (KUT) dengan modifikasi-modifikasi tertentu disesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaan masyarakat setempat. Jadi, pada dasarnya kredit-mikro dapat dikembangkan secara fleksibel.

Daftar Pustaka
Anonim. 2003. Grameen Banking for the Poor: Microcredit. Dalam http://www.grameeninfo.
org/mcredit/index.html
Calmeadow. 1999. Community Micro-loan Funds in Canada. Dalam Sorce of Finance.
http://strategis.ic.gc.ca/epic/internet/insofsdf.nsf/vwGeneratedInterE/so03061e.html
Diana. 2003. Lembaga Keuangan Mikro Dalam Wacana & Fakta : Perlukah Pengaturan. Editorial
Jurnal Analisis Sosial. Dalam http://www.akatiga.or.id/d-lemabaga-keu/editorial-Ind.htm
Dwi Riyanti, B.P. 2002. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Usaha Skala
Kecil: Studi tentang Faktor Demografi Wirausaha, Perilaku Inovatif, dan Inovasi Organisasi
dari Wirausaha yang Berhasil. Disertasi. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas
Indonesia.
Prabowo, H. 2002. Berawal dari Dua Kelompok: Kini Kami Sudah Mulai Berkembang
(Pengalaman Bekerja di Kopaga Kesuma Tiara, Jakarta). Naskah dalam lomba esai
Departemen Koperasi dan UKM. Tidak diterbitkan.
Primahendra, R. 2002. The Role of Micro Finance In Economic Development & Poverty
Eradication. Workshop On Micro Credit Schemes In NAM Member Countries (Empowering
Women’s Role In Small-Scale Business Development), Jakarta, 24 –25 June 2002.
Purbo, O.W. 2001. Usaha Kecil dan Rumah Tangga di Dunia Maya. Artikel harian Kompas di
www.bmtlink.web.id
Sabirin, S. 2001. Pemanfaatan Kredit Mikro untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Rakyat di
dalam Era Otonomi Daerah. Orasi Ilmiah Lustrum IX Universitas Andalas, Padang, 13
September 2001.
Srinivas, H. 1999. The Virtual Library on Microcredit. Dalam http://gdrc.org/icm/concept.html
Swasono, S. E. 2001.Empowerment vs Disempowerment: Restrukturisasi, Ekonomi Rakyat dan
Globalisasi. Lokakarya Inovasi dalam Manajemen Kemandirian Daerah Era Otonomi.
Kerjasama Depdagri Otda dengan Bank Dunia. Sanur, Bali, Juni, 2001.
Wardoyo & Prabowo, H. 2001. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Kredit-mikro Model
Kesuma. Lokakarya Inovasi dalam Manajemen Kemandirian Daerah Era Otonomi.
Kerjasama Depdagri Otda dengan Bank Dunia. Sanur, Bali, Juni, 2001.
Model Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Kredit Mikro
Koperasi Warga Kesuma Tiara, Jakarta

Abstrak
Usaha kredit mikro adalah salah satu bidang usaha yang ternyata memiliki jumlah
dan kekuatan yang dominan di Indonesia. Aktivitas usaha kredit mikro tersebut baru mengemuka setelah krisis ekonomi tahun 1997. Keterpinggiran mereka diperparah dengan sedikitnya, atau bahkan tidak adanya perhatian dari dunia pendidikan, baik secara praktis maupun teoritis. Penelitian ini mencoba mengkaji salah satu dari ribuan usaha kredit mikro di Indonesia, terutama dalam pengelolaan dan pengembangannnya, serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan dan kegagalannya. Subyek dalam penelitian ini adalah salah satu usaha kredit mikro koperasi warga (Kopaga) Kesuma Tiara, yang berloksi di Kemanggisan, Jakarta Barat.

Kata kunci: kredit mikro, dana bergulir, pinjaman bertahap

Latar Belakang Masalah

Masyarakat kelas bawah melalui usaha kecil dan menengah (UKM) dan lembaga keuangan mikro lainnya amat jarang disentuh oleh ilmu ekonomi formal. Padahal selain
jumlahnya yang besar, mereka juga kuat dalam menopang perekonomian Indonesia. Menurut Swasono (2001) kenyataan empiris di Indonesia telah membuktikan krisis moneter tahun 1997 telah melumpuhkan sektor manufaktur (industri-industri besar) yang banyak menggunakn bahan-bahan impor. Ketika mata uang dollar melonjak nilainya karena krisis ekonomi, maka bahan dan komponen impor menjadi mahal, nyaris tidak terbeli oleh sektor industri besar. Jika proses produksi diteruskan, mereka tidak lagi kompetitif.

Akibatnya, industri ini tidak dapat bertahan, dan terpaksa diambil alih oleh BPPN. Sementara itu, produk-produk UKM pada umumnya tidak banyak mengandung bahan-bahan atau komponen-komponen impor, karena yang digunakan adalah abahanbahan atau komponen-komponen lokal, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pada saat ada kenaikan kurs dollar, sektor ini tidak saja dapat bertahan hidup tetapi justru mendapatkan perolehan ekspor yang meningkat tajam. Sabirin (2001) menjelaskan bahwa untuk memberdayakan masyarakat golongan ekonomi lemah atau sektor usaha kecil adalah dengan menyediakan sumber pembiayaan usaha yang terjangkau. Salah satu strategi pembiayaan bagi golongan ini adalah usaha kredit mikro.

Menurut Urata (dalam Dwi Riyanti, 2002) sektor usaha kecil menengah dan
koperasi telah dapat menyerap 99,6% tenaga kerja Indonesia. Meski hanya memanfaatkan 10% dari total uang yang beredar, tetapi telah menyumbang 49% GDP dan 15% ekspor non-migas Indonesia.


Kredit Mikro
Usaha kredit mikro adalah suatu istilah lain dari micro credit. Ada banyak pihak yang mencoba mendefinisikan kredit mikro. Berikut ini beberapa di antaranya. Grameen Banking (2003) mendefinisikan kredit mikro sebagai pengembangan pinjaman dalam jumlah kecil kepada pengusaha yang terlalu lemah kualifikasinya untuk dapat mengakses pada pinjaman dari bank tradisional. Calmeadow (1999) mengartikan kredit mikro sebagai arisan pinjaman modal untuk mendukung pengusaha kecil dalam beraktivitas, umumnya dengan alternative jaminan kolateral dan sistem monitoring pengembalian. Pinjaman diberikan untuk melayani modal kerja sehari-hari, sebagai modal awal untuk memulai usaha, atau sebagai modal investasi untuk membeli asset tidak bergerak. Pada umumnya, kredit mikro melayani area geografi tertentu atau masyarakat tertentu. Dana awalnya diberikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan dari kelompok tertentu seperti wanita, pendatang baru, anakanak, dan orang cacat. Kebanyakan usaha kredit mikro menawarkan beberapa bentuk dari bantuan teknis, seperti pelatihan usaha kecil, pertukaran pengalaman di antara anggota, dan peluang networking. Selanjutnya, Calmeadow menjelaskan bahwa struktur kepemilikan dari dana pinjaman dari kredit mikro amat bervariasi. Umumnya kredit mikro dimiliki secara
campuran antara dana publik dengan investasi swasta. Kredit mikro juga dapat beroperasi secara independen, bagian integral dari program pengembangan masyarakat ekonomi, atau suatu program yang merupakan bagian dari bank komersial.
Pada kenyataanya kredit mikro telah terbukti secara efektif dan popular dalam upaya mengatasi kemiskinan (Grameen Banking, 2003). Meskipun pada awalnya kredit mikro lahir sebagai suatu terobosan bagi penyediaan jasa keuangan kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak memiliki akses ke system keuangan modern. Dalam
perkembangannya, konsep pembiayaan mikro telah meluas tidak sekedar sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan usaha kecil, tetapi lebih dari itu, sebagai suatu
pendekatan dalam pembangunan ekonomi (Sabirin, 2001). Sementara itu definisi kredit mikro yang dicetuskan dalam pertemuan The World Summit on Microcredit di Washington, pada tanggal 2-4 Februari 1997 adalah program/kegiatan memberikan pinjaman yang jumlahnya kecil kepada masyarakat miskin untuk kegiatan usaha meningkatkan pendapatan, pemberian pinjaman untuk mengurus diri sendiri dan keluarganya (Srinivas, 1999). Definisi kredit mikro diatas bukanlah harga mati, tentu saja definisi yang lebih luas tentang kredit mikro tergantung dari masing-masing negara.

Langkah-Langkah Membangun Program Kredit-mikro
Untuk membangun sebuah kegiatan yang berkesinambungan (sustainable) diperlukan usaha dan sumberdaya yang maksimal. Demikian halnya juga dalam membangun program kredit-mikro. Apalagi program kredit-mikro merupakan program dana bergulir yang harus diperhatikan keberlangsungannya (survival). Adapun langkahlangkah yang perlu dilakukan untuk membangun program kredit-mikro yang berkesinambungan adalah sebagai berikut :
a. Memilih model atau program kredit-mikro
b. Membangun konsensus
c. Menunjuk staf untuk pengembangan ekonomi
d. Mengikuti dan menyelaraskan dengan kebijakan-kebijakan nasional
e. Memilih dan menilai institusi keuangan sebagai mitra
f. Membuat kesepakatan dengan mitra
g. Memelihara kesepakatan kemitraan (Srinivas b), 1999).

Beberapa model kredit mikro dapat ditemukan dari dalam negeri dan manca negara. Di dalam negeri, model-model kredit mikro antara lain adalah model yang dikembangkan oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Dari pemerintah, kita mengenal Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (KUKESRA), Badan Usaha Unit Desa (BUUD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Tani (KUT), dan Program Jaring Pengaman Sosial Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (JPS-PDMDKE). Adapun model kredit mikro non pemerintah yang berkembang di masyarakat antara lain adalah arisan, bank plecit, rentenir, dan koperasi simpan pinjam. Dewasa ini beberapa organisasi non pemerintah (Ornop) juga telah mengembangkan usaha kredit mikro seperti YPWI, Bina Swadaya, Kesuma Multiguna, Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), International Relief Development (IRD), Mercy Corps International (MCI), Baitul Maal Tanwil (BMT), dan sebagainya (Wardoyo & Prabowo, 2001). Beberapa model yang berkembang di mancanegara antara lain adalah BRAC (Bangladesh Rural Advancement Committee) di Bangladesh, Grameen Bank di Pakistan, SEWA (Self Employed Women’s Association) Bank di India, Bank for Agriculture and Agricultural Cooperatives (BAAC) di Thailand, Rotating Saving and Credit Associations (ROSCAs) atau arisan yang ada di beberapa negara termasuk Indonesia (Wardoyo & Prabowo, 2001).

Metode Penelitian
Penelitian ini adalah participatory action research yang mengambil koperasi warga (kopaga) Kesuma Tiara sebagai subyek. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pengamatan, dan pengamatan terlibat (participant observation). Beberapa orang yang dijadikan informan penelitian antara lain adalah para pendiri koperasi, para pengurus koperasi, petugas lapangan, dan beberapa anggota koperasi.

Awal Berdirinya Usaha Kredit Mikro
Pada jam 10.00 tanggal 15 Mei Juni 1999, di rumah ibu Sarjiyem di wilayah RT 18 RW 08 yang berada di bantaran sungai Grogol, embrio usaha kredit mikro mulai dijalankan pada satu kelompok ibu-ibu yang beranggotakan sepuluh orang. Uang satu juta rupiah dikeluarkan untuk sepuluh anggota, sehingga setiap anggota mendapatkan pinjaman sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). Pada jam 12.00 pada hari yang sama, bertempat di rumah Ibu Sawit di wilayah RT 15 RW 08, telah disosialisasikan pengguliran dana melalui kredit-mikro kepada ibu-ibu di wilayah tersebut. Seminggu setelah itu berhasil digulirkan dana pinjaman untuk yang kedua kalinya. Di wilayah ini situasinya agak lebih serius. Hal ini disebabkan karena beberapa anggotanya adalah mereka-mereka yang pernah bekerja di sektor formal yang umumnya memiliki pendidikan yang cukup. Mereka tidak bekerja lagi karena terkena PHK akibat krisis ekonomi. Mereka inilah (mbak Sri, mbak Eti dan mbak Har) yang di kemudian hari merupakan wanita yang berani menjadi pemimpin koperasi. Akhirnya, pada tanggal 26 Mei 1999, bertempat di rumah mbak Sutinah, didirikan koperasi warga (Kopaga) Kesuma Tiara. “Kesuma” adalah nama bunga atau juga merupakan akronim dari kelompok serba usaha mandiri, sedangkan “tiara” adala
penggalan dari kata mutiara, perhiasan yang dijual di suatu toko di Kemanggisan. Permasalahan yang muncul berikutnya adalah banyaknya peminat yang menginginkan untuk mendapatkan pinjaman sementara dana yang dibutuhkan tidak ada serta tidak punya jaminan untuk meminjam kepada pihak ketiga. Jalan keluar yang diambil adalah mengumpulkan orang-orang yang seide untuk membuat proposal lengkap
dengan rancangan aliran kas untuk jangka waktu sampai dengan 81 bulan ke depan dan disosialisasikan ke berbagai lembaga. Setelah mengalami perjalanan panjang dari satu lembaga ke lembaga lain akhirnya ada lembaga yang tertarik dengan proposal yang diajukan. Lembaga itu adalah Yayasan Pengembangan Wirausaha Indonesia (YPWI) yang mau memberikan pinjaman lunak sebesar Rp. 120.000.000,- setelah melalui proses negosiasi selama hampir lima bulan.

Pelaksanaan Program Usaha Kredit Mikro Kesuma Tiara
Tahapan pelaksanaan program usaha kredit-mikro di Kesuma Tiara lalu dijalankan
melalui tahap-tahap sebagai berikut: social mapping, penentuan kelompok sasaran,
sosialisasi program, seleksi anggota, implementasi program, dan pelatihan manajemen
usaha.
a. Identifikasi lokasi (wilayah) atau social mapping
Melakukan penelitian kelurahan atau wilayah yang akan dijadikan wilayah sasaran
program kredit-mikro. Pendataan yang dilakukan dalam social mapping meliputi
data geografi, demografi, sosial-ekonomi, institusi formal dan informal. Data
penunjang juga diperlukan dalam tahap ini, yang berupa needs assessment yang
meliputi masalah sosial, kebutuhan dan pelayanan, potensi dan sumber daya
masyarakat.
b. Penentuan kelompok sasaran
Kelompok sasaran (target groups) program ini adalah kelompok yang sudah ada
dalam masyarakat (existing groups/indigenous) baik laki-laki maupun perempuan.
Apabila kelompok sasaran belum terbentuk maka dapat dilakukan pembentukan
kelompok baru. Kelompok sasaran yang diutamakan adalah perempuan,
mempunyai usaha, membutuhkan modal usaha atau tambahan modal.
c. Sosialisasi program kredit-mikro
Menyampaikan dan mensosialisasikan program kredit-mikro, apa tujuan dan
maksud dari program tersebut. Dengan adanya pemahaman yang jelas, diharapkan
penunggakan angsuran dapat dihindari atau paling tidak dapat dikurangi. Tahap ini
juga menjelaskan bahwa program kredit-mikro ini merupakan program dana
bergulir (revolving funds) artinya apabila terjadi tunggakan angsuran maka akan
ada anggota yang seharusnya mendapatkan pinjaman menjadi tertunda. Sosialisai
dilakukan sepanjang program kredit-mikro ini berjalan. Terutama pada saat
merekrut anggota baru.
d. Seleksi anggota
Seleksi anggota dilakukan untuk mendapatkan calon anggota yang sesuai dengan
sasaran dan syarat dari program kredit-mikro. Dalam seleksi anggota ini pada
mulanya calon anggota mengajukan diri sebagai anggota dengan berbagai
persyaratan administratif. Lalu anggota kelompok lainnya melakukan seleksi
secara kolektif untuk menerima atau menolak calon anggota tersebut. Persyaratan
anggota adalah :
1). Mempunyai usaha, baik usaha sendiri maupun yang dilakukan suami
2). Tinggal di wilayah Rt/Rw kelurahan setempat
3). Mempunyai reputasi yang baik di masyarakat, artinya secara umum diketahui
oleh tetangga sekitar tidak mempunyai masalah dengan pihak lain yang berhubungan dengan utang-piutang
4). Menyerahkan foto copy KTP dan Kartu Keluarga.
e. Implementasi Program
Langkah selanjutnya setelah kelompok terbentuk dengan anggota-anggotanya
adalah melakukan implementasi program kredit-mikro. Tahap ini adalah tahap implementasi dengan mulai menggulirkan pinjaman kepada anggota. Pada tahap
ini ditegaskan kembali bahwa program ini adalah merupakan program dana bergulir, dimana apabila ada yang macet atau menunggak maka anggota yang lain
tidak bisa mendapatkan pinjaman. Dan akan mengganggu program secara
keseluruhan.
f. Pelatihan manajemen usaha
Pada tahap pelatihan manajemen usaha anggota secara bergantian dan secara
selektif mendapatkan pelatihan tentang pencatatan dan pembukuan sederhana
(buku kas harian), pemasaran, penentuan harga, dan pengelolaan usaha.

Tahap Pemberian Pinjaman
Pemberian pinjaman kepada anggota secara bertahap. Mulai dari tahap rescue
(darurat), recovery (pemulihan), dan development (pengembangan). Akan tetapi dalam
perkembangannya lalu disesuaikan dengan kondisi lapangan dan dalam rangka memenuhi permintaan anggotamaka dikembangkan tahap keempat, yang bernama entrepreneur (wirausaha). Seorang anggota tidak bisa langsung mendapatkan pinjaman pada tahap entrepreneur, tapi harus melalui tahap rescue, recovery, development, baru bias entrepreneur. Itupun harus dilihat catatan angsuran dan perkembangan usahanya. Anggota yang pada saat tanggal pembayaran tidak bisa membayar angsuran
diberikan tenggang waktu satu minggu, dan apabila setelah kelonggaran masih belum biasa juga membayar maka secara administratif akan diambilkan dari dana tanggung renteng yang disisihkan dari dana sosial. Tapi ini akan menjadi catatan bagi petugas lapangan, dimana anggota yang menunggak tersebut akan mendapatkan sanksi berupa penundaan pinjaman pada tahap berikutnya dan tidak dapat mendapatkan pinjaman sampai dengan tahap entrepreneur. Karena hanya anggota yang mempunyai track record yang baik dan kemajuan usahanya saja yang bisa mencapai tahap entrepreneur.
Perkembangan berikutnya berdasarkan temuan-temuan di lapangan besarnya pinjaman pada tahap rescue (Rp. 100.000,-) tidak atau kurang berarti untuk menopang penambahan modal bagi mereka, maka berdasarkan kesepakatan antara pengurus dan anggota maka pada tahap ini pinjaman menjadi Rp. 200.000,-.








Perkembangan Usaha
Memulai usaha dengan modal awal Rp. 2.000.000,- dan bermodalkan tekad yang
kuat untuk membantu kelompok ekonomi mikro kini KOPAGA Kesuma Tiara telah dapat
menghimpun dana dari berbagai sumber dana, baik hibah maupun pinjaman lunak.
Sampai dengan bulan Desember 2002 jumlah dana keseluruhan yang dikelola

Koperasi Mandiri
Mulai tahun 2002 Kopaga Kesuma Tiara menjadi koperasi mandiri yang telah
dilepas oleh lembaga induknya yaitu YPM Kesuma Multiguna. Persiapan kurang lebih
satu tahun untuk melakukan pembenahan administrasi serta hal lain untuk menjadi
koperasi mandiri, dalam arti :
1. Biaya operasional koperasi tidak disubsidi lagi oleh YPM Kesuma Multiguna atau
seratus persen menjadi tanggungjawab koperasi
2. Tidak ada lagi intervensi dari YPM Kesuma Multiguna dalam keputusan dan
kebijakan koperasi dan semua pengurus adalah anggota koperasi
3. Pengurus Koperasi bertanggungjawab sepenuhnya terhadap jalannya kegiatan
koperasi dan bertanggungjawab kepada anggota
4. Permasalahan yang ada dalam koperasi diselesaikan sendiri oleh pengurus
koperasi, tetapi apabila ada permasalahan yang tidak dapat dipecahkan maka
berkonsultasi kepada YPM Kesuma Multiguna
Hal penting yang dapat dicapai oleh Kesuma Tiara adalah dapat menutup biaya
operasional dan memperoleh keuntungan, serta dapat mengangsur pinjaman ke YPWI
mulai bulan Juni 2002 sebesar Rp. 2.500.000,- per bulan. Pengurus dan karyawan Kesuma Tiara saat ini adalah delapan orang dengan honor berkisar antara Rp. 300.000,- - Rp. 700.000,-, dan sewa kantor Rp. 6.500.000,- per tahun.

Replikasi
Dari hasil replikasi program yang merupakan hasil sinergi dengan program Mitra
Warga, maka dewasa ini hasil replikasi di empat wilayah di luar Kemanggisan

Faktor Pendukung
Keberhasilan koperasi warga Kesuma Tiara dalam menjalankan usaha kredit
mikro, dapat dilihat dari beberapa indicator, antara lain: penambahan jumlah anggota,
peningkatan besarnya pinjaman, dan kemandirian koperasi dalam menjalankan
pengelolaannya. Beberapa factor yang mendukung keberhasilan tersebut antara lain
adalah factor geografis, akses, dan ekonomi.
1. Faktor Geografis
Pelayanan yang diberikan kopaga Kesuma Tiara kepada anggotanya dilakukan
berdasarkan wilayah geografis dan dalam lingkup wilayah administrative setingkat
RT.
2. Faktor Akses
Berdasarkan factor geografis di atas, maka kemudahan akses juga diperoleh oleh
para anggota. Hal ini disebabkan karena ketua kelompok adalah di antara mereka
sendiri yang tinggal bersama dalam lingkup RT. Sebulan sekali petugas lapangan
mendatangi para anggota untuk menyelesaikan masalah transaksi keuangan dan
administrasi lapangan. Kemudahan ini hampir sama dengan yang diberikan para
rentenir.
3. Faktor Sosial Ekonomi
Beberapa factor social ekonomi yang ikut berpengaruh antara lain adalah tidak
adanya agunan, bunga yang relatif kecil, tanggung renteng, dan pelayanan social.
a. Tidak adanya agunan
Untuk menjadi anggota hanya diperlukan fotokopi KTP dan tanpa ada
agunan.
b. Bunga yang relatif kecil
Bunga yang ditawarkan kepada anggota lebih kecil jika dibandingkan
dengan bunga rentenir.
c. Tanggung renteng
Untuk mendapatkan anggota yang baru, para anggota lama menyeleksi
dengan ketat siapa yang akan dijadikan anggota berikutnya. Hal ini
disebabkan karena, jika salah satu anggota tidak dapat mengembalikan
kredit, maka semua anggota kelompok secara bersama-sama yang akan
mengembalikannya.
d. Pelayanan social
Bunga dikembalikan dalam bentuk pelayanan social yang diberikan kepada
para anggota maupun non anggota yang memerlukan.

Kesimpulan
Program kredit-mikro yang diprakarsai dan diselenggarakan oleh YPM Kesuma
Multiguna melalui lembaga kopaga Kesuma Tiara Jakarta hanya merupakan salah satu
dari model kredit-mikro yang ada. Kreteria dasar kredit-mikro yang meliputi ukuran,
kelompok sasaran, penggunaan, dan waktu dan persyaratan telah terpenuhi.
Program kredit-mikro Kesuma dijalankan melalui beberapa tahap, yaitu
(i) Indentifikasi lokasi (social mapping),
(ii) Penentuan Kelompok Sasaran,
(iii) Sosialisasi Program,
(iv) Seleksi Anggota,
(v) Implementasi Program,
(vi) Pelatihan Manajemen Usaha.
Apabila ingin mengembangkan program kredit-mikro di suatu wilayah, maka
dapat dipilih model kredit-mikro yang sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah tersebut. Program kredit-mikro yang berhasil di suatu wilayah belum tentu dapat berhasil di wilayah lain, juga untuk jenis kegiatan berbeda tentu saja diperlukan model yang berbeda pula. Model kredit-mikro bisa diterapkan diberbagai bidang kegiatan misalnya dalam Kredit Usaha Tani (KUT) dengan modifikasi-modifikasi tertentu disesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaan masyarakat setempat. Jadi, pada dasarnya kredit-mikro dapat dikembangkan secara fleksibel.

Daftar Pustaka
Anonim. 2003. Grameen Banking for the Poor: Microcredit. Dalam http://www.grameeninfo.
org/mcredit/index.html
Calmeadow. 1999. Community Micro-loan Funds in Canada. Dalam Sorce of Finance.
http://strategis.ic.gc.ca/epic/internet/insofsdf.nsf/vwGeneratedInterE/so03061e.html
Diana. 2003. Lembaga Keuangan Mikro Dalam Wacana & Fakta : Perlukah Pengaturan. Editorial
Jurnal Analisis Sosial. Dalam http://www.akatiga.or.id/d-lemabaga-keu/editorial-Ind.htm
Dwi Riyanti, B.P. 2002. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Usaha Skala
Kecil: Studi tentang Faktor Demografi Wirausaha, Perilaku Inovatif, dan Inovasi Organisasi
dari Wirausaha yang Berhasil. Disertasi. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas
Indonesia.
Prabowo, H. 2002. Berawal dari Dua Kelompok: Kini Kami Sudah Mulai Berkembang
(Pengalaman Bekerja di Kopaga Kesuma Tiara, Jakarta). Naskah dalam lomba esai
Departemen Koperasi dan UKM. Tidak diterbitkan.
Primahendra, R. 2002. The Role of Micro Finance In Economic Development & Poverty
Eradication. Workshop On Micro Credit Schemes In NAM Member Countries (Empowering
Women’s Role In Small-Scale Business Development), Jakarta, 24 –25 June 2002.
Purbo, O.W. 2001. Usaha Kecil dan Rumah Tangga di Dunia Maya. Artikel harian Kompas di
www.bmtlink.web.id
Sabirin, S. 2001. Pemanfaatan Kredit Mikro untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Rakyat di
dalam Era Otonomi Daerah. Orasi Ilmiah Lustrum IX Universitas Andalas, Padang, 13
September 2001.
Srinivas, H. 1999. The Virtual Library on Microcredit. Dalam http://gdrc.org/icm/concept.html
Swasono, S. E. 2001.Empowerment vs Disempowerment: Restrukturisasi, Ekonomi Rakyat dan
Globalisasi. Lokakarya Inovasi dalam Manajemen Kemandirian Daerah Era Otonomi.
Kerjasama Depdagri Otda dengan Bank Dunia. Sanur, Bali, Juni, 2001.
Wardoyo & Prabowo, H. 2001. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Kredit-mikro Model
Kesuma. Lokakarya Inovasi dalam Manajemen Kemandirian Daerah Era Otonomi.
Kerjasama Depdagri Otda dengan Bank Dunia. Sanur, Bali, Juni, 2001.
Model Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Kredit Mikro
Koperasi Warga Kesuma Tiara, Jakarta

Abstrak
Usaha kredit mikro adalah salah satu bidang usaha yang ternyata memiliki jumlah
dan kekuatan yang dominan di Indonesia. Aktivitas usaha kredit mikro tersebut baru mengemuka setelah krisis ekonomi tahun 1997. Keterpinggiran mereka diperparah dengan sedikitnya, atau bahkan tidak adanya perhatian dari dunia pendidikan, baik secara praktis maupun teoritis. Penelitian ini mencoba mengkaji salah satu dari ribuan usaha kredit mikro di Indonesia, terutama dalam pengelolaan dan pengembangannnya, serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan dan kegagalannya. Subyek dalam penelitian ini adalah salah satu usaha kredit mikro koperasi warga (Kopaga) Kesuma Tiara, yang berloksi di Kemanggisan, Jakarta Barat.

Kata kunci: kredit mikro, dana bergulir, pinjaman bertahap

Latar Belakang Masalah

Masyarakat kelas bawah melalui usaha kecil dan menengah (UKM) dan lembaga keuangan mikro lainnya amat jarang disentuh oleh ilmu ekonomi formal. Padahal selain
jumlahnya yang besar, mereka juga kuat dalam menopang perekonomian Indonesia. Menurut Swasono (2001) kenyataan empiris di Indonesia telah membuktikan krisis moneter tahun 1997 telah melumpuhkan sektor manufaktur (industri-industri besar) yang banyak menggunakn bahan-bahan impor. Ketika mata uang dollar melonjak nilainya karena krisis ekonomi, maka bahan dan komponen impor menjadi mahal, nyaris tidak terbeli oleh sektor industri besar. Jika proses produksi diteruskan, mereka tidak lagi kompetitif.

Akibatnya, industri ini tidak dapat bertahan, dan terpaksa diambil alih oleh BPPN. Sementara itu, produk-produk UKM pada umumnya tidak banyak mengandung bahan-bahan atau komponen-komponen impor, karena yang digunakan adalah abahanbahan atau komponen-komponen lokal, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pada saat ada kenaikan kurs dollar, sektor ini tidak saja dapat bertahan hidup tetapi justru mendapatkan perolehan ekspor yang meningkat tajam. Sabirin (2001) menjelaskan bahwa untuk memberdayakan masyarakat golongan ekonomi lemah atau sektor usaha kecil adalah dengan menyediakan sumber pembiayaan usaha yang terjangkau. Salah satu strategi pembiayaan bagi golongan ini adalah usaha kredit mikro.

Menurut Urata (dalam Dwi Riyanti, 2002) sektor usaha kecil menengah dan
koperasi telah dapat menyerap 99,6% tenaga kerja Indonesia. Meski hanya memanfaatkan 10% dari total uang yang beredar, tetapi telah menyumbang 49% GDP dan 15% ekspor non-migas Indonesia.


Kredit Mikro
Usaha kredit mikro adalah suatu istilah lain dari micro credit. Ada banyak pihak yang mencoba mendefinisikan kredit mikro. Berikut ini beberapa di antaranya. Grameen Banking (2003) mendefinisikan kredit mikro sebagai pengembangan pinjaman dalam jumlah kecil kepada pengusaha yang terlalu lemah kualifikasinya untuk dapat mengakses pada pinjaman dari bank tradisional. Calmeadow (1999) mengartikan kredit mikro sebagai arisan pinjaman modal untuk mendukung pengusaha kecil dalam beraktivitas, umumnya dengan alternative jaminan kolateral dan sistem monitoring pengembalian. Pinjaman diberikan untuk melayani modal kerja sehari-hari, sebagai modal awal untuk memulai usaha, atau sebagai modal investasi untuk membeli asset tidak bergerak. Pada umumnya, kredit mikro melayani area geografi tertentu atau masyarakat tertentu. Dana awalnya diberikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan dari kelompok tertentu seperti wanita, pendatang baru, anakanak, dan orang cacat. Kebanyakan usaha kredit mikro menawarkan beberapa bentuk dari bantuan teknis, seperti pelatihan usaha kecil, pertukaran pengalaman di antara anggota, dan peluang networking. Selanjutnya, Calmeadow menjelaskan bahwa struktur kepemilikan dari dana pinjaman dari kredit mikro amat bervariasi. Umumnya kredit mikro dimiliki secara
campuran antara dana publik dengan investasi swasta. Kredit mikro juga dapat beroperasi secara independen, bagian integral dari program pengembangan masyarakat ekonomi, atau suatu program yang merupakan bagian dari bank komersial.
Pada kenyataanya kredit mikro telah terbukti secara efektif dan popular dalam upaya mengatasi kemiskinan (Grameen Banking, 2003). Meskipun pada awalnya kredit mikro lahir sebagai suatu terobosan bagi penyediaan jasa keuangan kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak memiliki akses ke system keuangan modern. Dalam
perkembangannya, konsep pembiayaan mikro telah meluas tidak sekedar sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan usaha kecil, tetapi lebih dari itu, sebagai suatu
pendekatan dalam pembangunan ekonomi (Sabirin, 2001). Sementara itu definisi kredit mikro yang dicetuskan dalam pertemuan The World Summit on Microcredit di Washington, pada tanggal 2-4 Februari 1997 adalah program/kegiatan memberikan pinjaman yang jumlahnya kecil kepada masyarakat miskin untuk kegiatan usaha meningkatkan pendapatan, pemberian pinjaman untuk mengurus diri sendiri dan keluarganya (Srinivas, 1999). Definisi kredit mikro diatas bukanlah harga mati, tentu saja definisi yang lebih luas tentang kredit mikro tergantung dari masing-masing negara.

Langkah-Langkah Membangun Program Kredit-mikro
Untuk membangun sebuah kegiatan yang berkesinambungan (sustainable) diperlukan usaha dan sumberdaya yang maksimal. Demikian halnya juga dalam membangun program kredit-mikro. Apalagi program kredit-mikro merupakan program dana bergulir yang harus diperhatikan keberlangsungannya (survival). Adapun langkahlangkah yang perlu dilakukan untuk membangun program kredit-mikro yang berkesinambungan adalah sebagai berikut :
a. Memilih model atau program kredit-mikro
b. Membangun konsensus
c. Menunjuk staf untuk pengembangan ekonomi
d. Mengikuti dan menyelaraskan dengan kebijakan-kebijakan nasional
e. Memilih dan menilai institusi keuangan sebagai mitra
f. Membuat kesepakatan dengan mitra
g. Memelihara kesepakatan kemitraan (Srinivas b), 1999).

Beberapa model kredit mikro dapat ditemukan dari dalam negeri dan manca negara. Di dalam negeri, model-model kredit mikro antara lain adalah model yang dikembangkan oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Dari pemerintah, kita mengenal Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (KUKESRA), Badan Usaha Unit Desa (BUUD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Tani (KUT), dan Program Jaring Pengaman Sosial Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (JPS-PDMDKE). Adapun model kredit mikro non pemerintah yang berkembang di masyarakat antara lain adalah arisan, bank plecit, rentenir, dan koperasi simpan pinjam. Dewasa ini beberapa organisasi non pemerintah (Ornop) juga telah mengembangkan usaha kredit mikro seperti YPWI, Bina Swadaya, Kesuma Multiguna, Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), International Relief Development (IRD), Mercy Corps International (MCI), Baitul Maal Tanwil (BMT), dan sebagainya (Wardoyo & Prabowo, 2001). Beberapa model yang berkembang di mancanegara antara lain adalah BRAC (Bangladesh Rural Advancement Committee) di Bangladesh, Grameen Bank di Pakistan, SEWA (Self Employed Women’s Association) Bank di India, Bank for Agriculture and Agricultural Cooperatives (BAAC) di Thailand, Rotating Saving and Credit Associations (ROSCAs) atau arisan yang ada di beberapa negara termasuk Indonesia (Wardoyo & Prabowo, 2001).

Metode Penelitian
Penelitian ini adalah participatory action research yang mengambil koperasi warga (kopaga) Kesuma Tiara sebagai subyek. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pengamatan, dan pengamatan terlibat (participant observation). Beberapa orang yang dijadikan informan penelitian antara lain adalah para pendiri koperasi, para pengurus koperasi, petugas lapangan, dan beberapa anggota koperasi.

Awal Berdirinya Usaha Kredit Mikro
Pada jam 10.00 tanggal 15 Mei Juni 1999, di rumah ibu Sarjiyem di wilayah RT 18 RW 08 yang berada di bantaran sungai Grogol, embrio usaha kredit mikro mulai dijalankan pada satu kelompok ibu-ibu yang beranggotakan sepuluh orang. Uang satu juta rupiah dikeluarkan untuk sepuluh anggota, sehingga setiap anggota mendapatkan pinjaman sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). Pada jam 12.00 pada hari yang sama, bertempat di rumah Ibu Sawit di wilayah RT 15 RW 08, telah disosialisasikan pengguliran dana melalui kredit-mikro kepada ibu-ibu di wilayah tersebut. Seminggu setelah itu berhasil digulirkan dana pinjaman untuk yang kedua kalinya. Di wilayah ini situasinya agak lebih serius. Hal ini disebabkan karena beberapa anggotanya adalah mereka-mereka yang pernah bekerja di sektor formal yang umumnya memiliki pendidikan yang cukup. Mereka tidak bekerja lagi karena terkena PHK akibat krisis ekonomi. Mereka inilah (mbak Sri, mbak Eti dan mbak Har) yang di kemudian hari merupakan wanita yang berani menjadi pemimpin koperasi. Akhirnya, pada tanggal 26 Mei 1999, bertempat di rumah mbak Sutinah, didirikan koperasi warga (Kopaga) Kesuma Tiara. “Kesuma” adalah nama bunga atau juga merupakan akronim dari kelompok serba usaha mandiri, sedangkan “tiara” adala
penggalan dari kata mutiara, perhiasan yang dijual di suatu toko di Kemanggisan. Permasalahan yang muncul berikutnya adalah banyaknya peminat yang menginginkan untuk mendapatkan pinjaman sementara dana yang dibutuhkan tidak ada serta tidak punya jaminan untuk meminjam kepada pihak ketiga. Jalan keluar yang diambil adalah mengumpulkan orang-orang yang seide untuk membuat proposal lengkap
dengan rancangan aliran kas untuk jangka waktu sampai dengan 81 bulan ke depan dan disosialisasikan ke berbagai lembaga. Setelah mengalami perjalanan panjang dari satu lembaga ke lembaga lain akhirnya ada lembaga yang tertarik dengan proposal yang diajukan. Lembaga itu adalah Yayasan Pengembangan Wirausaha Indonesia (YPWI) yang mau memberikan pinjaman lunak sebesar Rp. 120.000.000,- setelah melalui proses negosiasi selama hampir lima bulan.

Pelaksanaan Program Usaha Kredit Mikro Kesuma Tiara
Tahapan pelaksanaan program usaha kredit-mikro di Kesuma Tiara lalu dijalankan
melalui tahap-tahap sebagai berikut: social mapping, penentuan kelompok sasaran,
sosialisasi program, seleksi anggota, implementasi program, dan pelatihan manajemen
usaha.
a. Identifikasi lokasi (wilayah) atau social mapping
Melakukan penelitian kelurahan atau wilayah yang akan dijadikan wilayah sasaran
program kredit-mikro. Pendataan yang dilakukan dalam social mapping meliputi
data geografi, demografi, sosial-ekonomi, institusi formal dan informal. Data
penunjang juga diperlukan dalam tahap ini, yang berupa needs assessment yang
meliputi masalah sosial, kebutuhan dan pelayanan, potensi dan sumber daya
masyarakat.
b. Penentuan kelompok sasaran
Kelompok sasaran (target groups) program ini adalah kelompok yang sudah ada
dalam masyarakat (existing groups/indigenous) baik laki-laki maupun perempuan.
Apabila kelompok sasaran belum terbentuk maka dapat dilakukan pembentukan
kelompok baru. Kelompok sasaran yang diutamakan adalah perempuan,
mempunyai usaha, membutuhkan modal usaha atau tambahan modal.
c. Sosialisasi program kredit-mikro
Menyampaikan dan mensosialisasikan program kredit-mikro, apa tujuan dan
maksud dari program tersebut. Dengan adanya pemahaman yang jelas, diharapkan
penunggakan angsuran dapat dihindari atau paling tidak dapat dikurangi. Tahap ini
juga menjelaskan bahwa program kredit-mikro ini merupakan program dana
bergulir (revolving funds) artinya apabila terjadi tunggakan angsuran maka akan
ada anggota yang seharusnya mendapatkan pinjaman menjadi tertunda. Sosialisai
dilakukan sepanjang program kredit-mikro ini berjalan. Terutama pada saat
merekrut anggota baru.
d. Seleksi anggota
Seleksi anggota dilakukan untuk mendapatkan calon anggota yang sesuai dengan
sasaran dan syarat dari program kredit-mikro. Dalam seleksi anggota ini pada
mulanya calon anggota mengajukan diri sebagai anggota dengan berbagai
persyaratan administratif. Lalu anggota kelompok lainnya melakukan seleksi
secara kolektif untuk menerima atau menolak calon anggota tersebut. Persyaratan
anggota adalah :
1). Mempunyai usaha, baik usaha sendiri maupun yang dilakukan suami
2). Tinggal di wilayah Rt/Rw kelurahan setempat
3). Mempunyai reputasi yang baik di masyarakat, artinya secara umum diketahui
oleh tetangga sekitar tidak mempunyai masalah dengan pihak lain yang berhubungan dengan utang-piutang
4). Menyerahkan foto copy KTP dan Kartu Keluarga.
e. Implementasi Program
Langkah selanjutnya setelah kelompok terbentuk dengan anggota-anggotanya
adalah melakukan implementasi program kredit-mikro. Tahap ini adalah tahap implementasi dengan mulai menggulirkan pinjaman kepada anggota. Pada tahap
ini ditegaskan kembali bahwa program ini adalah merupakan program dana bergulir, dimana apabila ada yang macet atau menunggak maka anggota yang lain
tidak bisa mendapatkan pinjaman. Dan akan mengganggu program secara
keseluruhan.
f. Pelatihan manajemen usaha
Pada tahap pelatihan manajemen usaha anggota secara bergantian dan secara
selektif mendapatkan pelatihan tentang pencatatan dan pembukuan sederhana
(buku kas harian), pemasaran, penentuan harga, dan pengelolaan usaha.

Tahap Pemberian Pinjaman
Pemberian pinjaman kepada anggota secara bertahap. Mulai dari tahap rescue
(darurat), recovery (pemulihan), dan development (pengembangan). Akan tetapi dalam
perkembangannya lalu disesuaikan dengan kondisi lapangan dan dalam rangka memenuhi permintaan anggotamaka dikembangkan tahap keempat, yang bernama entrepreneur (wirausaha). Seorang anggota tidak bisa langsung mendapatkan pinjaman pada tahap entrepreneur, tapi harus melalui tahap rescue, recovery, development, baru bias entrepreneur. Itupun harus dilihat catatan angsuran dan perkembangan usahanya. Anggota yang pada saat tanggal pembayaran tidak bisa membayar angsuran
diberikan tenggang waktu satu minggu, dan apabila setelah kelonggaran masih belum biasa juga membayar maka secara administratif akan diambilkan dari dana tanggung renteng yang disisihkan dari dana sosial. Tapi ini akan menjadi catatan bagi petugas lapangan, dimana anggota yang menunggak tersebut akan mendapatkan sanksi berupa penundaan pinjaman pada tahap berikutnya dan tidak dapat mendapatkan pinjaman sampai dengan tahap entrepreneur. Karena hanya anggota yang mempunyai track record yang baik dan kemajuan usahanya saja yang bisa mencapai tahap entrepreneur.
Perkembangan berikutnya berdasarkan temuan-temuan di lapangan besarnya pinjaman pada tahap rescue (Rp. 100.000,-) tidak atau kurang berarti untuk menopang penambahan modal bagi mereka, maka berdasarkan kesepakatan antara pengurus dan anggota maka pada tahap ini pinjaman menjadi Rp. 200.000,-.








Perkembangan Usaha
Memulai usaha dengan modal awal Rp. 2.000.000,- dan bermodalkan tekad yang
kuat untuk membantu kelompok ekonomi mikro kini KOPAGA Kesuma Tiara telah dapat
menghimpun dana dari berbagai sumber dana, baik hibah maupun pinjaman lunak.
Sampai dengan bulan Desember 2002 jumlah dana keseluruhan yang dikelola

Koperasi Mandiri
Mulai tahun 2002 Kopaga Kesuma Tiara menjadi koperasi mandiri yang telah
dilepas oleh lembaga induknya yaitu YPM Kesuma Multiguna. Persiapan kurang lebih
satu tahun untuk melakukan pembenahan administrasi serta hal lain untuk menjadi
koperasi mandiri, dalam arti :
1. Biaya operasional koperasi tidak disubsidi lagi oleh YPM Kesuma Multiguna atau
seratus persen menjadi tanggungjawab koperasi
2. Tidak ada lagi intervensi dari YPM Kesuma Multiguna dalam keputusan dan
kebijakan koperasi dan semua pengurus adalah anggota koperasi
3. Pengurus Koperasi bertanggungjawab sepenuhnya terhadap jalannya kegiatan
koperasi dan bertanggungjawab kepada anggota
4. Permasalahan yang ada dalam koperasi diselesaikan sendiri oleh pengurus
koperasi, tetapi apabila ada permasalahan yang tidak dapat dipecahkan maka
berkonsultasi kepada YPM Kesuma Multiguna
Hal penting yang dapat dicapai oleh Kesuma Tiara adalah dapat menutup biaya
operasional dan memperoleh keuntungan, serta dapat mengangsur pinjaman ke YPWI
mulai bulan Juni 2002 sebesar Rp. 2.500.000,- per bulan. Pengurus dan karyawan Kesuma Tiara saat ini adalah delapan orang dengan honor berkisar antara Rp. 300.000,- - Rp. 700.000,-, dan sewa kantor Rp. 6.500.000,- per tahun.

Replikasi
Dari hasil replikasi program yang merupakan hasil sinergi dengan program Mitra
Warga, maka dewasa ini hasil replikasi di empat wilayah di luar Kemanggisan

Faktor Pendukung
Keberhasilan koperasi warga Kesuma Tiara dalam menjalankan usaha kredit
mikro, dapat dilihat dari beberapa indicator, antara lain: penambahan jumlah anggota,
peningkatan besarnya pinjaman, dan kemandirian koperasi dalam menjalankan
pengelolaannya. Beberapa factor yang mendukung keberhasilan tersebut antara lain
adalah factor geografis, akses, dan ekonomi.
1. Faktor Geografis
Pelayanan yang diberikan kopaga Kesuma Tiara kepada anggotanya dilakukan
berdasarkan wilayah geografis dan dalam lingkup wilayah administrative setingkat
RT.
2. Faktor Akses
Berdasarkan factor geografis di atas, maka kemudahan akses juga diperoleh oleh
para anggota. Hal ini disebabkan karena ketua kelompok adalah di antara mereka
sendiri yang tinggal bersama dalam lingkup RT. Sebulan sekali petugas lapangan
mendatangi para anggota untuk menyelesaikan masalah transaksi keuangan dan
administrasi lapangan. Kemudahan ini hampir sama dengan yang diberikan para
rentenir.
3. Faktor Sosial Ekonomi
Beberapa factor social ekonomi yang ikut berpengaruh antara lain adalah tidak
adanya agunan, bunga yang relatif kecil, tanggung renteng, dan pelayanan social.
a. Tidak adanya agunan
Untuk menjadi anggota hanya diperlukan fotokopi KTP dan tanpa ada
agunan.
b. Bunga yang relatif kecil
Bunga yang ditawarkan kepada anggota lebih kecil jika dibandingkan
dengan bunga rentenir.
c. Tanggung renteng
Untuk mendapatkan anggota yang baru, para anggota lama menyeleksi
dengan ketat siapa yang akan dijadikan anggota berikutnya. Hal ini
disebabkan karena, jika salah satu anggota tidak dapat mengembalikan
kredit, maka semua anggota kelompok secara bersama-sama yang akan
mengembalikannya.
d. Pelayanan social
Bunga dikembalikan dalam bentuk pelayanan social yang diberikan kepada
para anggota maupun non anggota yang memerlukan.

Kesimpulan
Program kredit-mikro yang diprakarsai dan diselenggarakan oleh YPM Kesuma
Multiguna melalui lembaga kopaga Kesuma Tiara Jakarta hanya merupakan salah satu
dari model kredit-mikro yang ada. Kreteria dasar kredit-mikro yang meliputi ukuran,
kelompok sasaran, penggunaan, dan waktu dan persyaratan telah terpenuhi.
Program kredit-mikro Kesuma dijalankan melalui beberapa tahap, yaitu
(i) Indentifikasi lokasi (social mapping),
(ii) Penentuan Kelompok Sasaran,
(iii) Sosialisasi Program,
(iv) Seleksi Anggota,
(v) Implementasi Program,
(vi) Pelatihan Manajemen Usaha.
Apabila ingin mengembangkan program kredit-mikro di suatu wilayah, maka
dapat dipilih model kredit-mikro yang sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah tersebut. Program kredit-mikro yang berhasil di suatu wilayah belum tentu dapat berhasil di wilayah lain, juga untuk jenis kegiatan berbeda tentu saja diperlukan model yang berbeda pula. Model kredit-mikro bisa diterapkan diberbagai bidang kegiatan misalnya dalam Kredit Usaha Tani (KUT) dengan modifikasi-modifikasi tertentu disesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaan masyarakat setempat. Jadi, pada dasarnya kredit-mikro dapat dikembangkan secara fleksibel.

Daftar Pustaka
Anonim. 2003. Grameen Banking for the Poor: Microcredit. Dalam http://www.grameeninfo.
org/mcredit/index.html
Calmeadow. 1999. Community Micro-loan Funds in Canada. Dalam Sorce of Finance.
http://strategis.ic.gc.ca/epic/internet/insofsdf.nsf/vwGeneratedInterE/so03061e.html
Diana. 2003. Lembaga Keuangan Mikro Dalam Wacana & Fakta : Perlukah Pengaturan. Editorial
Jurnal Analisis Sosial. Dalam http://www.akatiga.or.id/d-lemabaga-keu/editorial-Ind.htm
Dwi Riyanti, B.P. 2002. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Usaha Skala
Kecil: Studi tentang Faktor Demografi Wirausaha, Perilaku Inovatif, dan Inovasi Organisasi
dari Wirausaha yang Berhasil. Disertasi. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas
Indonesia.
Prabowo, H. 2002. Berawal dari Dua Kelompok: Kini Kami Sudah Mulai Berkembang
(Pengalaman Bekerja di Kopaga Kesuma Tiara, Jakarta). Naskah dalam lomba esai
Departemen Koperasi dan UKM. Tidak diterbitkan.
Primahendra, R. 2002. The Role of Micro Finance In Economic Development & Poverty
Eradication. Workshop On Micro Credit Schemes In NAM Member Countries (Empowering
Women’s Role In Small-Scale Business Development), Jakarta, 24 –25 June 2002.
Purbo, O.W. 2001. Usaha Kecil dan Rumah Tangga di Dunia Maya. Artikel harian Kompas di
www.bmtlink.web.id
Sabirin, S. 2001. Pemanfaatan Kredit Mikro untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Rakyat di
dalam Era Otonomi Daerah. Orasi Ilmiah Lustrum IX Universitas Andalas, Padang, 13
September 2001.
Srinivas, H. 1999. The Virtual Library on Microcredit. Dalam http://gdrc.org/icm/concept.html
Swasono, S. E. 2001.Empowerment vs Disempowerment: Restrukturisasi, Ekonomi Rakyat dan
Globalisasi. Lokakarya Inovasi dalam Manajemen Kemandirian Daerah Era Otonomi.
Kerjasama Depdagri Otda dengan Bank Dunia. Sanur, Bali, Juni, 2001.
Wardoyo & Prabowo, H. 2001. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Kredit-mikro Model
Kesuma. Lokakarya Inovasi dalam Manajemen Kemandirian Daerah Era Otonomi.
Kerjasama Depdagri Otda dengan Bank Dunia. Sanur, Bali, Juni, 2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar