Senin, 26 Desember 2011

Review Jurnal 21

Nama Kelompok :
Airin Akte Savira / 20210444 (airinsavira_04)
Dessy lestari / 21210848 (dessy.lestari)
Juni Erbina Saragih / 23210813 (junierbinasaragih)
Siti Amanah / 26210579 (siti_amanah10)
Yuli Chatrine Castro /28210741 (chaterinecastro)



KAJIAN PENATAAN KELEMBAGAAN KOPERASI PENERIMA BANTUAN DANA BERGULIR PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL*)
Saudin Sijabat



Abstrak
Pasal 17 (ayat 1) Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992. Dalam penjelasan disebutkan bahwa sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi, anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan koperasi. Koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi, dalam melakukan kegiatannya berdasarkan pada prinsip koperasi, seperti tertuang dalam UU Republik Indonesia, Nomor 25 Tahun 1992, Tentang Perkoperasian. Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur dalam tata perekonomian nasional.
Definisi Koperasi. Koperasi adalah perkumpulan otonomi dari orang-orang yang 1. berhimpun secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis.
Nilai-nilai. Koperasi memiliki nilai-nilai menolong diri sendiri, tanggung jawab sendiri, demokratis, persamaan, kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap orang lain;
Prinsip-prinsip (sebagai penjabaran nilai-nilai), prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: a). Keanggotaan sukarela dan terbuka; b). Pengendalian oleh anggota secara demokratis; c). Partisipasi ekonomi anggota; d). Otonomi dan kebebasan; e). Pendidikan, pelatihan dan informasi; f). Kerjasama diantara koperasi; g). Kepedulian terhadap komunitas.
UU RI Nomor 25 Tahun 1992, Tentang perkoperasian. Ciri-ciri koperasi Indonesia secara umum dituangkan dalam pasal 2, 3, 4, dan 5 menetapkan prinsip koperasi Indonesia, yang terdiri dari 7 (tujuh) butir yang dituangkan dalam 2 ayat, yaitu: 1). Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; 2). Pengelolaan dilakukan secara demokratis; 3). Pembagian Sisa Hasil Usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa masing-masing anggota; 4). Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; 5). Kemandrian; 6). Pendidikan perkoperasian; 7). Kerjasama antar koperasi.
Managemen koperasi adalah proses mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia, material dan keuangan koperasi untuk mencapai tujuan koperasi yang ditetapkan, yaitu untuk menghasilkan manfaat yang dapat digunakan oleh anggotanya dalam upaya meningkatkan kegiatan ekonominya.
Point- Point

1. Pasal 17 (ayat 1) Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992.
2. Koperasi adalah perkumpulan otonomi dari orang-orang yang berhimpun secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis
3. Managemen koperasi adalah proses mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia material dan keuangan koperasi untuk mencapai tujuan koperasi yang ditetapkan


Kesimpulan

Hasil kajian penataan kelembagaan koperasi pasar penerima program bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional yang telah dilaksanakan, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kelembagaan koperasi pasar tradisional sangat perlu didata, mengingat dari sampel yang ditinjau diberbagai propinsi, kondisi kepemilikan dan pengerjaan buku-buku administrasi sangat kurang baik.
2. Meningkatkan kemampuan managerial dan kompetensi SDM koperasi (anggota, pengurus, Badan Pengawas dan Karyawan Koperasi) untuk membangun komitmen, kapasitas dan tanggung jawabnya terhadap kegiatan koperasi pengelola pasar tradisional sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing dalam managemen koperasi. Untuk itu perlu diintensifkan pelaksanaan bimbingan konsultasi, pendidikan dan latihan, diskusi temu usaha, pengendalian, monitoring dan evaluasi secara reguler oleh pejabat pembina koperasi. Kegiatan pembinaan ini difokuskan pada peningkatan kemampuan kelembagaan koperasi penerima bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992, Tentang Perkoperasian. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengah R.I. Jakarta
-------------, (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008, Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. R.I. Jakarta.
--------------, (2007). Peraturan Pemerintah R.I. Nomor : 9 Tahun 1995, Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM R.I. Jakarta.
-------------, (2007). Pembinaan Peningkatan Kualitas Pemberdayaan Kelembagaan Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM. Jakarta.
--------------, (2004. Kamus Istilah Pemberdayaan Koperasi dan UKM. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Jakarta.
---------------, (2007). Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM R.I. Nomor : 22/PER/M. KUKM/IV/2007, Tentang Pedoman Pemeringkatan Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. R.I. Jakarta.
Soediyono Reksoprayitno, (2000). Ekonomi Makro, Analis IS-LM dan Permintaan- Penawaran Agregatif. BPFE. Yokyakarta.
Halomoan Tamba, Saudin Sijabat, (2006). Pedagang kaki Lima : Entrepreneur Yang Terabaikan. Infokop No. 29 Tahun XXII 2006, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.
Saudin Sijabat, (2007). Pegadaian Versus Bank Umum (Menilai Profil Yang Potensial Untuk Menjadi Lembaga Perkreditan Rakyat). Infokop Volume 15 No. 2 Tahun 2007, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.
Saudin Sijabat, (2008). Potret Iklim Usaha Pemberdayaan UKMK. Infokop Volume 16 - September 2008, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.
Saudin Sijabat, (2008). Kajian Pengendalian Anggota pada Koperasi Dalam Rangka Peningkatan Kinerja Koperasi. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Volume 3 – September 2008, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.

Review Jurnal 20

KAJIAN TENTANG PROFIL UKM SUKSES
Rr. Gunari Budiretnowati*)
Nama Kelompok :
Airin Akte Savira / 20210444 (airinsavira_04)
Dessy lestari / 21210848 (dessy.lestari)
Juni Erbina Saragih / 23210813 (junierbinasaragih)
Siti Amanah / 26210579 (siti_amanah10)
Yuli Chatrine Castro /28210741 (chaterinecastro)
Sumber : http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_3_2008/03_Gunari.pdf
Abstrak
Sukses UKM kelompok adalah kelompok UKM yang mampu untuk memanfaatkan yang tersedia
sumber daya ekonomi yang rendah memiliki nilai termasuk limbah menjadi bernilai ekonomi tinggi
komoditas. Itu juga membuktikan bahwa kelompok UKM mampu melaksanakan usahanya
kegiatan yang memiliki nilai tambah yang signifikan sehingga menghasilkan nama dan reputatuon yang
adalah wajar untuk mengembangkan kehidupan mereka.
Dalam ketenaran dari pengembangan bisnis UKM sukses, peran suppporting
lembaga pemberdayaan UKM dianggap hended institusi terutama keuangan,
survei dan pemasaran. Salah satu advine hasil penilaian ini dalam rangka doping dengan
enemployment dan pengentasan kemiskinan sedang melakukan replikasi sukses untuk UKM
lain orang atau di tempat lain berdasarkan praktek terbaik dari UKM sukses dapat
dimulai dengan standardisasi trices keberhasilan UKM melalui discusion, pengelompokan
jenis bisnis dan penilaian tingkat keberhasilan bisnis dan dampak lagi ke lingkungan.
Dampak dari UKM sukses harus ditinjau secara komprehensif mulai dari aspek produksi, sosial ekonomi dan polusi lingkungan.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sampai dengan akhir tahun 2006 BPS menginformasikan bahwa
jumlah UKM yang ada di Indonesia sudah mencapai 48,258 juta, atau
99,99% unit usaha yang ada. Kelompok usaha ini mampu menyerap tenaga
kerja lebih kurang 96,3% dari jumlah tenaga kerja produktif yang tersedia.
Sedangkan sumbangannya terhadap PDB mencapai 53,4%. Data tersebut
mengindikasikan bahwa pada dasarnya UKM merupakan kelompok usaha
yang memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah kemiskinan dan
pengangguran.UKM sukses adalah kelompok UKM yang mampu memanfaatkan sumberdaya tersedia terutama yang bernilai ekonomi rendah termasuk limbah menjadi barang-barang yang benilai ekonomi tinggi. Berbagai produk UKM sukses telah membuktikan bahwa kelompok UKM ini telah mampu melakukan kegiatan usaha yang memiliki nilai tambah cukup besar seperti pengrajin bonggol kayu yang menghasilkan meja dan kursi dengan nilai tambah mencapai lebih dari 600%, atau pengrajin eceng gondok yang
bukan saja mampu menjual produknya dengan harga yang mencapai lebih dari 500% dibandingkan dengan harga bahan baku yang digunakannya tetapi juga telah mengurangi pencemaran lingkungan sehingga dapat
mengurangi externality economics yang sebelumnya harus ditanggung oleh masyarakat. Keberhasilan UKM sukses ternyata tidak hanya karena keahlian yang dimiliki, tetapi juga dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: a) Jiwa kewirausahaan dan kreatifitas individual yang melahirkan inovasi; b) ketersedian bahan baku, iklim usaha, dukungan finansial, ketersediaan informasi baik pengetahuan dan teknologi, ketersediaan pasar dan dukungan infrastruktur.
Profil UKM sukses adalah gambaran morphologis dari UKM yang bersangkutan dilihat dari aspek usaha dan sifat kewirausahaan dari pengusaha UKM tersebut. Hal tersebut terlihat dari antara lain kemampuannya dalam menciptakan nilai tambah dari produk-produk yang dihasilkan serta kemampuannya memanfaatkan potensi sumberdaya lokal dan sumberdaya alam.
1.2. Perumusan masalah
Kajian ini merupakan penelitian evaluatif, secara spesifik tidak ada masalah yang harus dipecahkan, tetapi lebih diarahkan pada evaluasi terhadap kinerja (output), potensi, peluang dan kendala yang dihadapi oleh
UKM sukses dalam mencapai kesuksesannya serta dalam upaya menularkan kesuksesan tersebut kepada orang lain-lain kelompok atau di tempat lain.
Pada dasarnya kajian ini adalah untuk menumbuhkan usaha baru
berdasarkan pengalaman UKM sukses. Oleh sebab penumbuhan usaha baru (UB) UKM yang akan dilaksanakan bukan terjadi secara alamiah sebagai bentuk perluasan usaha akibat perubahan permintaan (demand) atas produk yang dihasilkan, maupun perubahan dari sisi penawaran sebagai akibat dari
ketersediaan faktor-faktor produksi, tetapi merupakan usaha baru yang sengaja dibentuk sebagai derivasi turunan dari jenis usaha yang sudah ada (UKM sukses).
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pada hakikatnya,
kajian ini adalah upaya untuk menjawab berbagai pertanyaaan dalam upaya
mendukung program penumbuhan UKM-UKM yang diinspirasikan dari
kelompok UKM sukses yaitu;
a) Seberapa jauh keberhasilan kelompok
UKM sukses dalam memanfaatkan sumberdaya lokal;
b) Apa saja kiat-kiat
yang digunakan yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi keberhasilan kelompok UKM sukses;
c) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan kelompok UKM sukses serta seberapa
besar pengaruh dari setiap faktor tersebut;
d) Seberapa besar peluang replikasi usaha dari UKM sukses.
1.3. Tujuan Pengkajian
Tujuan pokok kajian adalah untuk: a) Mengetahui tingkat
keberhasilan (Sukses) dari kelompok UKM, dari aspek ekonomi dan sosial;
b) Mengetahui kemampuan kewirausahaan, kreatifitas dan kemampuan
inovatif dari kelompok UKM sukses; c) Menemukenali berbagai kendala
dan permasalah yang dihadapi oleh UKM dalam rangka mengembangkan
daya kreatifitas dan inovasi yang dimiliki untuk perluasan usaha dan atau
membuka usaha baru.
1.4. Manfaat Pengkajian
Manfaat kajian adalah didapatkannya gambaran kongkret tentang
profil UKM sukses yang akan digunakan; a) Sebagai bahan dalam
penyusunan best practice UKM sukses; b) Sebagai bahan acuan bagi para
pengambil kebijakan dalam menetapkan keputusan yang berkaitan dengan
pembangunan UKM.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Kerangka Dasar Pengkajian
Profil UKM sukses adalah gambaran morphologis dari UKM yang bersangkutan dilihat dari aspek usaha dan sifat kewirausahaan dari pengusaha UKM tersebut. Dari aspek usaha profil UKM sukses dapat dilihat
dari kemampuannya dalam menciptakan nilai tambah dari produk-produk yang dihasilkan, efisiensi penggunaan modal, serta laba yang diperoleh. Berbagai hasil penelitian antara lain yang dilakukan oleh
Departemen Koperasi dan UKM tahun 1996 menyebutkan bahwa kewirausahaan merupakan kunci dari keberhasilan UKM.
menurut Mc Clelland (1961) adalah kemampuan seseorang untuk melihat
peluang bisnis, melaksanakan bisnis dan keberaniannya menanggung resiko
kerugian dari bisnis tersebut.
Dengan memperhatikan karakteristik pengusaha, jenis usaha dan
berbagai definisi tentang kewirausahaan maka dalam kajian ini wirausaha
diartikan sebagai: 1) Kemampuan seseorang untuk melihat peluang usaha,
memanfaatkan peluang dan keberanian menanggung resiko kerugian dari
usaha yang dilaksanakannya tersebut; 2) Memiliki daya kreativitas dan daya
inovasi yang kuat; 3) Mempunyai kemampuan manajerial; dan 4)
Menguasai pengetahuan tentang bisnis secara mendalam (Timmon, Smollen
& Dingee, 1985), serta; 5) Berperilaku dengan tujuan membentuk suatu
organisasi usaha. Berdasarkan definisi kerja tersebut, maka keberhasilan
UKM sukses, terlihat sangat erat kaitannya dengan kewirausahaan dari
pengusaha, karena unit usaha sejenis ini hanya dapat tumbuh jika ada
wirausahawan yang mampu berkreasi mengeluarkan suatu inovasi baru atau
wirausaha yang berkeinginan memperluas usahanya atau mengembangkan
produk sebelumnya dengan inovasi baru.
III. RUANG LINGKUP PENGKAJIAN
3.1. Ruang Lingkup Materi
Sesuai dengan tujuan dan manfaat yang diharapkan dari kajian ini
maka ruang lingkup materi kajian adalah
1) Melakukan pengumpulan dan identifikasi data yang berkaitan dengan
kriteria/sifat dan keberhasilan yang membangun profil UKM sukses
2) faktor-faktor yang diduga berpengaruh strategis terhadap keberhasilan
usaha UKM sukses
3) Informasi yang berkaitan dengan potensi dan permasalahan yang
dihadapi dalam usaha membangun UKM sukses
4) Menyusun Profil dari UKM sukses yang dijadikan sample dalam
pengkajian
3.2. Ruang lingkup lokasi kajian
Kajian ini dilaksanakan Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
tahun 2007 di 5 (lima) propinsi contoh yaitu Propinsi Sumatera Utara, D.I.
Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Kalimantan
Selatan.
IV. METODA PENELITIAN DAN ANALISIS
4.1. Metoda Pengkajian
Kajian ini dilakukan dengan metoda sample survey dengan sampel
berciri tertentu yaitu: a) UKM sukses pada berbagai aspek usaha; b)
Memanfaatkan sumberdaya tersedia yang bernilai rendah terutama limbah;
c) memiliki keragaman potensi dan masalah.
Untuk menentukan model profil usaha UKM sukses dianalisis
berdasarkan: a) Faktor dominan penciri kualitas kewirausahaan; b)
hubungan (korelasi) antar aspek pengusaha (pribadi dan jiwa
kewirausahaan) dengan sukses usaha. Sesuai dengan teknik penarikan
simple di atas maka, sample lokasi kajian ditetapkan berdasarkan batasanbatasan
tertentu yaitu: a) Jumlah UKM sukses; b) Potensi sumberdaya alam
yang tersedia di lokasi (propinsi contoh) tersebut, serta; c) keragaman
masalah yang dihadapi di daerah. Pada masing-masing propinsi kemudian
akan ditetapkan responden sample. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun secara terstruktur.
Adapun responden yang akan diwawancarai terdiri dari: 1) Individu UKM
sukses; 2) UKM lain yang berpotensi untuk mengembangkan kegiatan
inovatif yang telah dilakukan oleh UKM sukses; 3) Kalangan instansi
pemerintah maupun stakeholder lainnya di tingkat pusat dan di daerah; 4)
Kalangan Pembina UKM di tingkat propinsi/DI dan kab/kota.
4.2. Metoda Analisis
Analisis kuantitatif akan menggunakan beberapa model analisis ekonomi dan
matematik antara lain:
1) Analisa ekonomi sederhana berupa model analiasa Biaya manfaat
(benefit cost ratio).
2) Regresi linier berganda (multy variete analisys) untuk menentukan ada
tidaknya serta seberapa besar pengaruh independent variable terhadap
dependent variable.
3) adanya dugaan bahwa ada pengaruh silang antar tiap peubah bebas
(independet variable) terhadap kinerja peubah tetap (dependent
variable), maka akan digunakan model analisis regresi berjenjang (step
wise analisys).
V. HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS
5.1. Profil UKM Sukses
UKM sukses ini relatif sangat tinggi yaitu
mencapai Rp 29.409,5 per kg bahan baku. Dalam hal penggunaan bahan
baku dapat dikemukakan bahwa Bahan baku yang digunakan sebagian
besar (87,5%) berasal dari limbah yang ada di daerahnya, hanya sebagian
kecil yang didatangkan dari luar daerah, dan sebagian bernilai negatif
bagi lingkungan (merupakan polutant).
5.2. Keberhasilan UKM Sukses
Sesuai dengan kerangka kajian, profil UKM inovatif sukses, atau
UKM sukses dalam kajian ini diartikan sebagai “Gambaran Morphologis
UKM yang bersangkutan dilihat dari aspek :
1) Kewirausahaan yang diindikasikan dari a) Kreatifitasnya yang
melahirkan inovasi sehingga mampu menciptakan nilai tambah; b)
Kemampuannya untuk melihat peluang usaha dan memanfaatkan
peluang tersebut menjadi kesempatan kerja; c) Keberaniannya
menanggung resiko kerugian dari usaha yang dilaksanakan; d)
Kemampuan manajerial yang menghasilkan efisiensi sumberdaya yang
relatif tinggi, dan; e) Penguasaan pengetahuan tentang bisnis yan
ditekuni secara mendalam;
2) Keberhasilan usaha yang diindikasikan dari; a) Peningkatan nilai tambah
atas bahan baku yang digunakan; b) efisiensi penggunaan modal dan; c)
laba yang diperoleh;
3) Dari aspek pembangunan wilayah, profil UKM sukses dapat
diindikasikan dari a) kemampuannya memanfaatkan limbah atau barangbarang
yang mengganggu lingkungan menjadi barang yang bermanfaat
atau bernilai ekonomi; b) Kemampuannya dalam penyerapan tenaga
kerja dan; c) kemampuannya dalam memberikan sumbangan terhadap
Product Domestik Bruto (PDB).
5.3 Analisa faktor keberhasilan UKM sukses
Berdasarkan hasil analisa terhadap faktor keberhasilan UKM sukses di
lapang dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. bahwa sebagian besar (56,5%) UKM melaksanakan usaha berdasarkan ide yang didapatnya sendiri.
2. Dalam hal mengembangkan inovasi masih sangat kurang baik dalam hal kreativitas pribadi, maupun hubungan dengan lembaga-lembaga penelitian dan usaha menengah maupun usaha besar.
3. Dalam pengelolaan sistem produksi mengindikasikan bahwa rata-rata pengalaman UKM masih sangat kurang,
4. Ketersediaan sarana dan prasarana untuk UKM relatif masih sangat rendah.
5. Dalam hal pemilikan modal, sebagian kecil (Rp. 2.428.000 atau
16,04%), sedangkan modal pinjaman bagi hasil dan lain-lain mencapai
Rp 12.718.000 (73,96 %).
6. Dalam hal pemasaran sebagian besar (41,02 %) produk UKM
dipasarkan keluar negeri (ekspor) sisanya dipasarkan dalam wilayah
lokal (33,77) dan sebagian lainnya dipasarkan keluar daerah.

5.4. Pendalaman Kiat-Kiat UKM Sukses
Dari hasil pengamatan lapang seperti tersebut di atas, maka beberapa kiat
yang perlu diperhatikan dalam menyusun best practice UKM sukses yaitu
sbb:
14
1) Membakukan kiat kiat keberhasilan UKM melalui diskusi dengan
kelompok UKM sukses dan pakar;
2) Mengelompokan usaha jenis usaha serta pengkajian tingkat keberhasilan
usaha dan dampak keberhasilan tersebut terhadap lingkungannya;
3) Menyusun konsep kebijakan replikasi dalam bentuk petunuk teknis dan
petunjuk pelaksanaan replikasi;
4) Mempersiapkan SDM, parasana dan sarana yang diperlukan termasuk
pendidikan, pelatihan dan pendampingan serta;
5) Mempersiapkan solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi
UKM sukses dari semua aspek usahanya.
VI. KESIMPULAN
1). Rata-rata UKM sukses sudah memahami betul potensi ekonomi
daerahnya baik potensi fisik, SDM dan sumberdaya penunjang yaitu
sarana dan prasarana), maupun sumberdaya maya (potensi
kelembagaan).
2). Pengetahuan UKM tentang nilai ekonomi barang yang akan diproduksi
rendah. Kurangnya pengetahuan UKM menyebabkan UKM tidak
mendapatkan keuntungan yang sesuai dengan nilai tambah yang
dihasilkan. Sebagian besar nilai tambah terserap dalam sistem pasar.
3). UKM tidak bisa memperkirakan jenis resiko yang akan timbul dan besar
resiko yang harus ditanggung bila usaha mereka menghadapi hambatan.
4). Kemampuan manajerial dan kemampuan merencanakan kegiatan
bisnisnya cukup baik.


DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, (2007). Laporan Hasil Kajian Tentang Profil UKM Sukses. Kerjasama
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK dengan PT. Teknovasi
Sejahtera Mandiri. Jakarta

Review Jurnal 19

Nama Kelompok :

Airin Akte Savira / 20210444 (airinsavira_04)
Dessy lestari / 21210848 (dessy.lestari)
Juni Erbina Saragih / 23210813 (junierbinasaragih)
Siti Amanah / 26210579 (siti_amanah10)
Yuli Chatrine Castro /28210741 (chaterinecastro)

Sumber : http://www.smecda.com/kajian/files/jurnal/_8_%20Jurnal_lembaga_keuangan_alt.pdf


KAJI TINDAK PENINGKATAN PERAN KOPERASI DAN UKM SEBAGAI
LEMBAGA KEUANGAN ALTERNATIF
Jannes Situmorang*


Abstrak
Penilaian ini memiliki tujuan) suatu. Untuk menilai efektivitas dan efisiensi
pembiayaan alternatif institusi dan perannya dalam sistem pembiayaan dan UKM
Koperasi; b). Untuk merumuskan strategi dan program tindakan untuk meningkatkan peran
alternatif pembiayaan lembaga dalam sistem pembiayaan UKM dan Koperasi.
Penilaian dilakukan dalam sembilan (9) propinsi dengan BMT mempelajari objek dalam bentuk dan KSM
Sa'riah Koperasi. Sampel ditentukan melalui analisis purposive dan data dengan menggunakan
deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BMT sangat efektif dan efisien dalam
melayani permintaan pembiayaan modal kerja jangka pendek bagi usaha mikro & usaha kecil. dalam
melakukan bisnis, BMT menggunakan prinsip penyajian yang sederhana, murah dan cepat. Di tengah-tengah
krisis ekonomi dan skala runtuhnya bank-bank besar, tetapi aset BMT tumbuh di
kisaran 200% sampai 500% per tahun. BMT bisnis memperoleh keuntungan yang signifikan dan keuntungan
bagi pemiliknya. Kredit prosedur aplikasi tidak rumit, dalam waktu relatif singkat
waktu, ada persyaratan agunan, dan jaminan adalah dorong para pemimpin informal atau lokal
pemerintah yang sangat tahu tentang karakter, kepribadian dan latar belakang
debitur. Yang unik dari BMT dari lembaga pembiayaan lainnya adalah bahwa kepentingan / keuangan yang diberikan
kepada klien / anggota selalu dibahas dan disepakati dan fleksibel. Jika debitur tidak dapat
pengembalian pinjaman sama sekali dengan alasan kebangkrutan misalnya sehingga pinjaman akan
terhapus. Dalam rangka posisi keuangan BMT tidak mengganggu oleh Baitul Maal.
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembinaan dan pengembangan koperasi dan UKM bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan perannya sebagai bagian integral dalam perekonomian nasional. Tujuan lainnya untuk menumbuhkannya menjadi usaha yang efisien, sehat dan mandiri dan mampu menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Dalam
kenyataannya, koperasi dan UKM belum mampu menunjukkan perannya secara optimal seperti yang diharapkan. Hal ini terjadi karena adanya hambatan dan kendala yang bersifat internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan koperasi dan UKM.
2. Rumusan Masalah
Karena belum adanya penilaian terhadap kinerja lembaga keuangan alternatif dalam
mengembangkan program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka timbul pertanyaan
berikut:
1). Apakah usaha lembaga keuangan alternatif sudah efektif dan efisien dan
bagaimana peranannya dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM?
2). Bagaimana rumusan strategi dan program aksi peningkatan peran lembaga
keuangan alternatif dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM?
3. Tujuan dan Manfaat
Kajian ini bertujuan untuk:
1). Mengkaji efektivitas dan efisiensi usaha lembaga keuangan alternatif dan
peranannya dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM.
2). Merumuskan strategi dan program aksi peningkatan peran lembaga keuangan
alternatif dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM.
Hasil kajian ini dapat dimanfaatkan sebagai rekomendasi bagi penyempurnaan
kebijaksanaan yang dapat mendorong peningkatan peran koperasi jasa keuangan
sebagai lembaga keuangan alternatif.
II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian
Beberapa ahli mendefinisikan lembaga keuangan alternatif sebagai lembaga
pendanaan di luar sistem perbankan konvensional dengan sistem bunga. Lembaga
keuangan alternatif meliputi Perusahaan Modal Ventura, Leasing, Factoring (anjak
piutang), Guarantee Fund, Perbankan Syariah, Koperasi Syariah dan Baitul Maal
Wat Tamwil (BMT). Suhadi Lestiadi (1998), menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan lembaga keuangan alternatif adalah suatu lembaga pendanaan yang
mengakar di tengah-tengah masyarakat, dimana proses penyaluran dananya
dilakukan secara sederhana, murah dan cepat dengan prinsip keberpihakan kepada
masyarakat kecil dan berazaskan keadilan.
Prinsip dari kegiatan lembaga ini adalah memobilisasi dana dari kelompok
masyarakat yang mengalami surplus dana dan kemudian mengalokasikannya
kepada kelompok masyarakat yang kekurangan dana atau masyarakat yang deficit
dana. Ada dua cara dalam menjalankan usahanya. Pertama, menganut sistem
bunga, artinya kepada setiap penyimpan diberikan bunga sebagai imbalan atas
tabungannya dan kepada setiap peminjam juga dikenakan bunga sebagai balas jasa
kepada pemilik dana. Kedua, menganut sistem syariah (bagi hasil) yang sering
disebut sistem Islam.

2. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan istilah Balai Mandiri Terpadu (BMT) merupakan salah satu lembaga pendanaan alternatif yang beroperasi di tengah masyarakat akar rumput. Pinbuk (1995) menyatakan bahwa BMT merupakan lembaga ekonomi rakyat kecil yang
berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi pengusaha kecil dan berdasarkan prinsip syariah dan koperasi. BMT memiliki dua fungsi yaitu : Pertama, Baitul Maal menjalankan fungsi untuk memberi santunan kepada kaum miskin dengan menyalurkan dana ZIS
(Zakat, Infaq, Shodaqoh) kepada yang berhak; Kedua, Baitul Taamwil menjalankan fungsi menghimpun simpanan dan membeayai kegiatan ekonomi rakyat dengan menggunakan Sistem Syariah.
Untuk menunjang permodalan, BMT membuka
kesempatan untuk mendapatkan sumber permodalan yang berasal dari zakat, infaq,
dan shodaqoh dari orang-orang tersebut. Hasil studi Pinbuk (1998) menunjukkan
bahwa lembaga pendanaan yang saat ini berkembang memiliki kekuatan antara lain:
a). mandiri dan mengakar di masyarakat,
b). bentuk organisasinya sederhana,
c).sistem dan prosedur pembiayaan mudah,
d). memiliki jangkauan pelayanan kepada pengusaha mikro.
Kelemahannya adalah :
a). skala usaha kecil,
b). permodalan
terbatas,
c). sumber daya manusia lemah,
d). sistem dan prosedur belum baku.
Untuk mengembangkan lembaga tersebut dari kelemahannya perlu ditempuh cara-cara
pembinaan sbb:
a). pemberian bantuan manajemen, peningkatan kualitas SDM dalam bentuk pelatihan, standarisasi sistem dan prosedur,
c). kerjasama dalm penyaluran dana,
d). bantuan dalam inkubasi bisnis.
3. Pola Tabungan dan Pembiayaan

1). Tabungan
Tabungan atau simpanan dapat diartikan sebagai titipan murni dari orang atau
badan usaha kepada pihak BMT.
Jenis-jenis tabungan/simpanan adalah sebagai
berikut: (1). Tabungan persiapan qurban;
(2). Tabungan pendidikan;
(3).Tabungan persiapan untuk nikah;
(4). Tabungan persiapan untuk melahirkan;
(5). Tabungan naik haji/umroh;
(6). Simpanan berjangka/deposito;
(7). Simpanan khusus untuk kelahiran;
(8). Simpanan sukarela;
(9). Simpanan hari tua;
(10). Simpanan aqiqoh.
2). Pola Pembiayaan
Pola pembiayaan terdiri dari bagi hasil dan jual beli dengan mark up
(1). Bagi Hasil
Bagi hasil dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT
dengan penyedia dana (penyimpan/penabung).
Bagi hasil ini dibedakan atas:
· Musyarakah,
· Mudharabah,
· Murabahah,
· Muzaraah,
· Wusaqot,

(2). Jual Beli dengan Mark Up (keuntungan)
Jual beli dengan mark up merupakan tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya, BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT
bertindak sebagai penjual kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli tambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin/mark up.
Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi kepada penyedia dan penyimpan dana. Jenis-jenisnya adalah:
· Bai Bitsaman Ajil (BBA), adalah proses jual beli dimana pembayaran
dilakukan secara lebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan
kemudian.
· Bai As Salam, proses jual beli dimana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
· Al Istishna, adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis barang tertentu.
· Ijarah atau Sewa, adalah dengan memberi penyewa untuk mengambil pemanfaatan dari sarana barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama.
· Bai Ut Takjiri, adakah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga padanya merupakan pembelian terhadap
barang secara berangsur.
· Musyarakah Mustanaqisah, adalah kombinasi antara musyawarah dengan ijarah (perkongsian dengan sewa). Dalam kontrak ini kedua belah pihak yang berkongsi menyertakan modalnya masing-masing.
3). Pembiayaan Non Profit
Sistem ini disebut juga pembiayaan kebajikan. Sistem ini lebih bersifat sosial
dan tidak profit oriented. Sumber dan pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya,
tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan lainnya
.
4. Pembentukan BMT
Tujuan pembentukan BMT adalah untuk memperbanyak jumlah BMT sedangkan
tujuan BMT itu sendiri adalah untuk : 1) memajukan kesejahteraan anggota dan
masyarakat umum, 2) meningkatkan kekuatan dan posisi tawar pengusaha kecil
dengan pelaku lain.

5. Pembiakan BMT
BMT yang sudah mapan dan mempunyai pengelola yang terampil diharapkan dapat
membentuk BMT baru di luar wilayah kerjanya. Langkah-langkah membentuk
BMT adalah : 1) BMT yang sudah mapan sebagai BMT induk menempatkan
seorang atau lebih pengelola yang terampil sebagai manajer BMT di wilayah kerja
baru, 2) BMT induk memfasilitasi pembentukan BMT baru dan menyediakan
sarana dan prasarana, 3) Pengelola BMT baru dibawah bimbingan BMT induk
menyosialisasikan BMT pada masyarakat sekitar dan mulai beroperasi, 4) Pengelola
BMT baru memperkuat BMT-nya dengan merekrut pendiri, membentuk pengurus
dan menghimpun modal awal dari masyarakat sekitar. BMT induk bisa melepas
BMT baru apabila BMT baru sudah kuat dan mandiri.

III. METODE KAJIAN
1. Lokasi dan Objek Kajian
Kajian dilaksanakan di 9 (sembilan) propinsi yang meliputi : Sumatera Selatan,
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB dan
Sulawesi Selatan. Objek telitian adalah BMT dan yang akan diteliti adalah aspek
kelembagaan dan keuangan usaha BMT itu sendiri.
2. Jenis Data
Jenis data yang dibutuhkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari lapangan yang berpedoman pada kuesioner yang sudah dipersiapkan
sebelumnya, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan instansi terkait, baik di
pusat maupun di daerah.
3. Penarikan Sampel
BMT, baik yang berbentuk KSM maupun koperasi di masing-masing propinsi
dijadikan sebagai sampel, dengan total sampel 74 buah. Penarikan sampel
(sampling) dilakukan dengan purposive atas BMT yang berada di lingkungan
lembaga-lembaga keagamaan.
4. Model Analisis.
Data yang sudah terkumpul dari lapangan akan dianalisis dengan menggunakan
analisa deskriptif.
5. Organisasi Pelaksana dan Pembiayaan
Kajian ini ditangani satu tim yang terdiri dari Koordinator, Peneliti, Asisten Peneliti
dan Staf Administrasi yang dibiayi dari Anggaran Pembangunan Belanja Negara.

IV. HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
1. Kinerja Lembaga Keuangan Alternatif
Faktor-faktor yang dianalisis meliputi : 1). Pelayanan mudah, murah dan cepat, 2).
Pertumbuhan asset BMT, 3). Kemampuan menyediakan pembiayaan, 4). Kebutuhan
tambahan modal, 5). Mobilisasi tabungan, 6). kemampuan menghasilkan laba, 7).Sarana Usaha.
2. KESEHATAN KELEMBAGAAN DAN KEUANGAN
Salah satu cara untuk melihat keberhasilan lembaga keuangan alternatif
adalah dengan melihat kinerja kesehatan kelembagaan dan keuangan. Sebagai
pedoman penilaian digunakan metoda yang dipakai PINBUK dalam menilai BMT.
1). Kesehatan Kelembagaan
Proses penilaian kelembagaan BMT dimulai dengan mengelompokkan
beberapa faktor atau komponen dasar yang diperkirakan sangat dominan
mempengaruhi kinerja kelembagaan BMT. Penilaian kesehatan kelembagaan
BMT dapat diwakili faktor-faktor berikut: (1). Peran serta masyarakat dalam
pendirian BMT, (2). Tingkat kemandirian, (3). Keaktifan pengurus BMT, dan
(4). Kualitas pengelola.
2). Kesehatan Keuangan
Analisis kesehatan keuangan BMT akan dapat mengungkap sejauhmana
pengelolaan usaha BMT dikelola, yang hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak terkait: seperti para pendiri,
pemilik/anggota, nasabah/peminjam, para Pembina BMT. Banyak cara yang
dipakai untuk menilai kesehatan keuangan BMT seperti : (1). Struktur
permodalan, (2). Kualitas aktiva produktif, (3). Likuiditas, (4). Rentabilitas,
dan (4). Efisiensi.

V. KESIMPULAN
1. Kesimpulan
1). Dilihat dari prosedur pembiayaan dan jangkauan pelayanannya, BMT
merupakan lembaga keuangan alternatif yang sangat efektif dalam melayani
kebutuhan pembiayaan modal kerja jangka pendek yang sangat diperlukan
pengusaha kecil mikro. Dalam menjalankan usahanya, baik BMT yang
berbentuk KSM maupun berbentuk koperasi menggunakan prinsip-prinsip
koperasi yang orientasi pelayanannya selalu berpegang pada prinsip
sederhana, murah dan cepat.
2). Perkembangan asset BMT yang sangat cepat ditentukan adanya mobilisasi
dana dari pihak ketiga serta cepatnya perputaran pengembalian pinjaman para
nasabah yang selanjutnya dipinjamkan kepada nasabah lain.
3). Lembaga keuangan ini dapat menghasilkan profit yang cukup besar dan sangat
menguntungkan para pemiliknya.
4). Pada umumnya BMT yang diteliti menggunakan pola pembiayaan
mudharabah dan Bai Bitsaman Aji (BBA). Pola pembiayaan BBA punya
keunggulan karena punya tingkat perputaran yang sangat tinggi, berisiko
rendah dan memberikan margin keuntungan yang relatif besar.



DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (1995). Pedoman Cara Pembentukan BMT. Pinbuk, Jakarta.
Anonim, (1995). Peraturan Dasar dan Contoh AD/ART BMT. PINBUK, Jakarta.
Anonim, (1995). Pedoman Penilaian Kesehatan BMT. PINBUK, Jakarta.
Lestiadi, Suhadji, (1998). Peranan Bank Muamalat Dalam Mengembangkan Lembaga
Keuangan Alternatif. Jakarta.
Masngudi, (1998). Koperasi Pembiayaan Indonesia. Jakarta.
Usman, Marzuki (1998). Strategi Pengembangan Pembiayaan Pengusaha Kecil, Menengah
dan Koperasi Menghadapi Perdagangan Bebas.
Kewirausahaan Muslim, (1996). “ Mitra Usaha Kecil” Pemberdayaan Ekonomi Rakyat.
Majalah PINBUK.

Review Jurnal 18

Nama Kelompok :
Airin Akte Savira / 20210444 (airin_04)
Dessy lestari / 21210848 (dessy.lestari)
Juni Erbina Saragih / 23210813 (junierbinasaragih)
Siti Amanah / 26210579 (siti_amanah10)
Yuli Chatrine Castro /28210741 (chaterinecastro)
sumber:http://www.smecda.com/kajian/files/jurnal/_9_%20Jurnal_pemberdayaan_ukm.pdf

KEDUDUKAN DAN KIPRAH KOPERASI DALAM MENDUKUNG
PEMBERDAYAAN UMKM

Abstrak
unability koperasi menjadi solusi institusi andalan UKM
pemberdayaan bukan karena konsep dasar yang salah lembaga koperasi
tapi itu karena pendekatan pembangunan yang secara langsung dipengaruhi oleh politik
kebijakan dan ekonomi dunia. Globalisasi merupakan salah satu faktor yang harus
mendorong pengembangan koperasi (itu adalah sebuah tantangan sehingga kelompok UKM untuk bersatu
dalam rangka meningkatkan skala usaha dan efisiensi), namun yang
kecenderungan menjadi kendala untuk keberlanjutan pengembangan koperasi.
Solusi yang diperlukan untuk memberdayakan koperasi komitmen yang kuat dan nyata dengan
revitalisasi koperasi dan penegakan kegiatan pembiayaan.
Alternatif dalam memurnikan institusi koperasi dapat dilakukan dengan cara: 1).
Meningkatkan dan menyelesaikan hukum koperasi (mempercepat ratifikasi koperasi
RUU); 2). Memberikan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan kepada dewan direksi koperasi,
manajer dan metode sehingga mereka benar-benar mengetahui dan mengerti tentang koperasi
benar-benar dan sungguh-sungguh; 3). Yang tepat, terarah, terencana dan berkesinambungan
sosialisasi / promosi melalui media; 4). Menyiapkan standar yang sesuai dan
metode subjek koperasi untuk mendukung kader koperasi terbentuk di dasar,
pendidikan menengah dan tinggi; e). Memberikan sebagian besar promosi dan tanggung jawab pada
koperasi pembangunan untuk gerakan koperasi itu sendiri.
n mendukung program nasional
ketahanan pangan yang benar-benar lebih pasti.

I. Pendahuluan
Sesuai dengan devinisi negara, tujuan bernegara dan ketentuan-ketentuan
adanya suatu negara, maka perhatian pemerintah terhadap kehidupan rakyatnya
sangat diperlukan, karena rakyat merupakan salah satu komponen berdirinya
suatu Negara. Bagi Indonesia, rakyat bukan hanya sebagai indikator keberadaan
negara, tetapi juga merupakan penegak kedaulatan yang menduduki tempat paling
tinggi dalam konstitusi. (UUD 1945). Keinginan untuk mensejahterakan semua
rakyat juga merupakan amanat konstitusi dan oleh karena sebagian besar (87,4%)
rakyat Indonesia adalah kelompok usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah
(UMKM), maka pemberdayaan ekonomi rakyat dapat diidentikkan dengan
pemberdayaan UMKM.
Keinginan menciptakan kesejahteraan seluruh anggota masyarakat dalam
bentuk pemberdayaan ekonomi rakyat melalui perkuatan UMKM sudah
diikrarkan sejak awal masa kemerdekaan dan untuk itu telah dilakukan berbagai
program pembangunan, walaupun sampai sekarang ini masih ada sekelompok
masyarakat yang tergolong miskin. Belum optimalnya keberhasilan pembangunan
ekonomi dari rezim ke rezim yang lain nampaknya tidak terlepas dari konsepsi
dasar pembangunan yang belum sepenuhnya mengutamakan kepentingan
pemberdayaan ekonomi rakyat. Indikator dari kondisi tersebut antara lain terlihat
dari semakin menyurutnya peranan koperasi dalam pembangunan ekonomi,
bahkan sebagian ekonom sekarang malah mempertanyakan apakah koperasi
merupakan alternatif kelembagaan uuntuk memberdayakan UMKM, atau hanya
merupakan salah satu solusi. Timbulnya pertanyaan tersebut dari satu sisi terlihat
wajar-wajar saja karena banyak kegiatan-kegiatan yang jika dilakukan oleh
koperasi tidak berhasil (keberhasilannya lebih kecil dibandingakan jika
dilaksanakan oleh pihak-pihak lain). Pertanyaan terlihat janggal, memperhatikan
bahwa keberadaan dan kiprah koperasi merupakan penjabaran dari ekonomi
kekeluargaan yang secara tegas telah dinyatakan dalam UUD 1945.

Memang banyak kegiatan yang dilakukan oleh koperasi belum mencapai
keberhasilan seperti yang dilakukan oleh badan usaha lainnya, tetapi dalam hal ini
perlu dipertimbangkan juga banyaknya faktor yang dapat mendorong atau
menghambat kegiatan usaha koperasi, Faktor-faktor tersebut antara lain, sebagian
pengelola koperasi belum memiliki kepekaan bisnis (sense of bisnis), karena pada
awalnya mereka memang bukan orang-orang profesional. Demikian juga jaringan
bisnis koperasi dapat dikatakan hampir tidak berperan, serta hal-hal lainnya yang
berhubungan dengan kondisi lingkungan ekonomi dan profesionalisme. Demikian
juga faktor lingkungan (eksternal) yang berkaitan dengan masalah kebijaksanaan
pemerintah, serta lingkungan usaha ekonomi yang dibangun oleh banyak pelaku
usaha lainnya, tidak dapat diharapkan berperan untuk mendukung keberhasilan
koperasi.

Masalah kedua yang dihadapi koperasi adalah dalam membangun
partisipasi anggota koperasinya. Dalam hal ini banyak pakar antara lain Nasution
1991 yang mengatakan “Berikan kebutuhan yang paling diperlukan oleh
anggota”. Azas one man one fote yang menjadi slogan koperasi belum menjadi
daya tarik bagi masyarakat untuk masuk menjadi anggota koperasi. Demikian
juga asas yang merupakan prinsip dasar koperasi ini, belum dapat dipahami oleh
sebagian besar anggota koperasi dengan tingkat kesejahteraan, dan pendidikan
masih rendah, serta lingkungan sosial budaya masih kurang kondusif (adanya
hubungan patron klient, ewuh pakewuh, ndoro kawulo dan lain-lain).
Memang banyak konsep pembangunan partisipasi anggota koperasi yang
bersumber dari koperasi-Koperasi di luar negeri, tetapi konsep tersebut tidak
dapat diaplikasikan karena kondisi faktor-faktor lingkungan ekonomi sosial dan
budaya tidak sama. Kekeliruan yang mungkin perlu diluruskan dalam
membangun partisipasi anggota koperasi adalah adanya anggapan bahwa
penyebab rendahnya partisipasi anggota koperasi lebih dikarenakan besarnya
intervensi pemerintah serta adanya kelemahan kebijakasanaan dasar dalam
pembangunan koperasi yang tertuang dalam UU nomor 25 tahun 1992 dan
heterogenitas anggota koperasi sendiri.
Faktor lain yang menyebabkan tidak konsistennya penilaian terhadap
keberhasilan pembangunan koperasi adalah “Belum adanya standar baku tentang
indikator keberhasilan koperasi, sehingga orang menilai koperasi dari indikator
yang dibangunnya sendiri. Dalam hal ini harus diperhatikan bahwa sesuai dengan

azas dan prinsip dasar koperasi tujuan pembangunan koperasi adalah untuk
mendukung pembangunan kemampuan ekonomi dari anggotanya. Keberhasilan
koperasi akan dicirikan oleh keberhasilan pembangunan ekonomi anggotanya,
sebagai akibat dari adanya hubungan dalam kegiatan ekonomi antara anggota
dengan koperasi. Dalam memenuhi kebutuhan anggota koperasi seharusnya dapat
berhubungan langsung dengan produsen. Hubungan langsung ini dapat
mengurangi biaya-biaya diluar biaya produksi seperti biaya pembungkus, dan
biaya pemasaran sehingga harga dasar yang diperoleh koperasi dapat lebih murah.
Berbagai masalah yang dihadapi dalam pembangunan koperasi tersebut di
atas, mungkin dapat dijadikan bahan untuk menjawab pertanyaan tentang
kedudukan koperasi dalam mendukung pemberdayaan UMKM. Dalam hal ini
perlu diperhatikan bahwa dari aspek normatif dalam kontek pembangunan
ekonomi di Indonesia koperasi dianggap sebagai alat bagi anggota untuk
mencapai kesejahteraan ekonomi, alat pemerintah untuk membangun
kesejahteraan semua warga masyarakat. Jika koperasi dinyatakan sebagai
kelembagaan alternatif, mungkin perlu diperhatikan bahwa koperasi memiliki
banyak keunggulan dalam mendukung pemberdayaan kelompok-kelompok
miskin. Koperasi juga merupakan organisasi non profit yang dapat
mengumpulkan serta mempersatukan kelompok kelompok marginal, yang karena
kemarjinalannya tidak mampu bersaing dalam pasar bebas. Satu hal lagi yang
merupakan kekuatan koperasi selama ini jarang diperhitungkan adalah ”Koperasi
merupakan bentuk kelembagaan formal yang memiliki jaringan sangat luas
bersifat internasional. Kelemahan dari koperasi adalah karena faktor internalnya
sendiri yang membatasi partisipasi anggota, karena koperasi menghendaki
homogenitas anggota terutama dari aspek kepentingannya terhadap koperasi
(Syarif dan Nasution 1989). Dari adanya berbagai kekuatan koperasi dan dengan
mengeliminir kelemahan yang ada maka koperasi idealnya dapat menjadi aktor
penting dalam mendukung perekonomian nasional, yang dibangun oleh sebagian
besar rakyat yang tergolong dalam kelompok UMKM. Yang perlu mendapat
perhatian adalah bagaimana memposisikan koperasi dalam system perekonomian
nasional. Sedangkan diketahui sekarang ini sangat banyak kendala yang
menghambat pengembangan koperasi, terutama dari aspek kebijakan makro yang
dipengaruhi semangat globalisasi
Selanjutnya kajian mungkin harus diarahkan pada faktor yang
mempengaruhi keberhasilan koperasi terutama yang terkait dengan hubungan
koperasi dan anggotanya sebagai modal utama koperasi antara lain ; Faktor
perekat. Dalam suatu koperasi faktor perekat yang sangat mendasar adalah
kesamaan (homogenitas) kepentingan ekonomi dari para anggotanya. Signifikansi
faktor ini tergambar jelas diperhatikan adanya fenomena bahwa seorang anggota
yang telah berhasil dalam usahanya cenderung akan meninggalkan koperasi
walaupun sebelumnya keberhasilan orang tersebut didukung sepenuhnya oleh
koperasi. Orang tersebut malah merasa tidak memerlukan koperasi lagi.
Peningkatan kemampuan menyebabkan orang berubah kepentingannya maka
orang tersebut dapat pindah ke koperasi lain, yang dapat memenuhi
kepentingannya. Dengan kata lain faktor homogenitas kepentingan anggota
merupakan kata kunci dalam membangun koperasi.
Anggaran Dasar (AD) koperasi merupakan cerminan dari kepentingan
anggota. Tetapi sekarang AD diseragamkan (oleh instansi pemerintah), yang
berarti menyeragamkan kepentingan anggota. Hal ini dimaksudkan agar AD yang
disusun sesuai dengan peraturan. Tetapi perlu diingat bahwa perlakuan tersebut
merupakan kesalahan, oleh sebab itu harus diperbaiki. Disini pihak yang
berwenang boleh saja menjadi konsultan dalam penyusunan AD, tetapi sebagai
konsultan yang harus mampu melihat kepentingan anggota dari suatu koperasi
yang akan dibentuk.

Tidak ada penugasan khusus kepada instansi pemerintah sebagai pembina
untuk menjadikan koperasi sebagai sebuah sistem. Kenyataan juga koperasi
sering dipilih tetapi kerap kali menjadi pilihan yang tidak tepat. Pada akhirnya
koperasi selalu di identikan sebagai badan usaha yang marginal. Perkembangan
koperasi mengalami pasang surut sesuai dengan intensitas pembinaan yang
dipengaruhi oleh banyak aspek. Pada akhirnya timbul pertanyaan mengapa
sampai sekarang peran dan kiprah koperasi di Indonesia sulit dikembangkan.

II. Kedudukan dan Kiprah koperasi dalam era Tahun 2000-an

1. Kedudukan koperasi dalam System perekonomian Nasional
Walaupun koperasi telah berdiri di Indonesia sejak sebelum
kemerdekaan, tetapi kinerja koperasi sebagai institusi solusi pemberdayaan
ekonomi rakyat (yang pada waktu itu disebut Bumi Putera) belum pernah
mencapai harapan. Kinerja koperasi terus mengalami pasang surut sampai
pada suatu saat (dekade tahun 1990-an) mengalami titik terendah (stagnan),
bahkan kemudian menurun (periode reformasi), sehingga sekarang ini
koperasi oleh sebagian besar masayarakat hanya dianggap sebagai solusi
kelembagaan pembangunan UKM yang banyak bermasalah.
Ketidakmampuan koperasi untuk menjadi solusi kelembagaan
andalan pemberdayaan UKM bukan karena konsepsi dasar kelembagaan
koperasi yang salah, tetapi lebih banyak disebabkan oleh komitmen politik
dan pendekatan pembangunan, yang secara langsung dipengaruhi oleh
politik dan perekonomian dunia. Kondisi globalisasi merupakan salah satu
faktor yang seharusnya mendorong pengembangan koperasi (tantangan agar
kelompok UKM bersatu dalam rangka meningkatkan skala usaha dan
efisiensi), bahkan sekarang sebaliknya menjadi kendala yang menghambat
kelangsungan pengembangan koperasi. Hal ini terkait nampaknya terkait
juga dengan pola pembangunan koperasi yang mengedepankan aspek usaha
dan indikator keberhasilan kuantitatif, yang tidak mendukung kebersamaan
dalam koperasi.

2. Asas dan Prinsip koperasi
Pembangunan atau pemberdayaan koperasi idealnya harus dimulai
dengan memperhatikan asas dan prinsip-prinsip koperasi. Asas gotong
royong dan kekeluargaan yang dianut oleh koperasi sudah secara tegas
dinyatakan dalam amanat konstitusi. Sedangkan prinsip-prinsip dasar
koperasi sebagian besar sudah sesuai dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakat di Indonesia sekarang ini (yang diwarnai dengan ketimpangan
dan banyaknya jumlah orang miskin dan pengangguran).
1). Pengertian koperasi
(1). Dalam ILO recommendation nomor 127 pasal 12 (1) dirumuskan
bahwa koperasi adalah suatu kumpulan orang-orang yang
berkumpul secara sukarela untuk berusaha bersama mencapai
tujuan bersama melalui organisasi yang dikontrol secara
demokratis, bersama-sama berkontribusi sejumlah uang dalam
membentuk modal yang diperlukan untuk mencapai tujuan
bersama tersebut dan bersedia turut bertanggung jawab
menanggung resiko dari kegiatan tersebut, turut menikmati
manfaat usaha bersama tersebut, sesuai dengan kontribusi
permodalan yang diberikan orang-orang tersebut, kemudian
orang-orang tersebut secara bersama-sama dan langsung turut
memanfaatkan organisasi tadi.
(2). Menurut Internasional Cooperative Allience (ICA)
Koperasi adalah perkumpulan dari orang-orang yang bersatu
secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan
aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama, melalui
perusahaan yang mereka milik bersama dan mereka kendalikan
secara demokratis,
(3). Menurut Undang-Undang nomor 25 tahun 1992 (Pasal 1 ayat 1)
koperasi adalah Badan usaha yang beranggotaan orang-orang
yang berkumpul secara sukarela (pasal 5 ayat I a.) untuk
mencapai kesejahteraaan (pasal 3) memodali bersama (pasal 4.1)
dikontrol secara demokratis (pasal 5 ayat b) orang-orang itu
disebut pemilik danpangguna jasa koperasi yang bersangkutan
(pasal 17 ayat 1)
(4). Dari berbagai pengertian koperasi Ibnu Soedjono (2000), salah
seorang pakar koperasi yang pemikiran-pemikirannya perlu
dipahami mendefinisikan koperasi sebagai: koperasi adalah
perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara
sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasiaspirasi
ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan
yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara
demokratis.

2). Nilai- Nilai koperasi
Nilai-nilai dalam koperasi merupakan salah satu aspek penting yang
membedakan koperasi dengan badan usaha ekonomi lainnya, karena
dalam nilai-nilai koperasi terkandung unsur moral dan etika yang tidak
semua dimiliki oleh badan usaha ekonomi lainnya, Dalam hal ini Ibnu
Soedjono berpendapat bahwa, koperasi-Koperasi berdasarkan nilainilai
menolong diri sendiri, tanggung jawab sendiri, demokrasi,
persaingan, keadilan dan kesetiakawanan. Mengikuti tradisi para
pendirinya, anggota koperasi percaya pada nilai-nilai etis, dari
kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial serta kepedulian
terhadap orang lain.
Prinsip menolong diri sendiri (sel-help) percaya pada diri sendiri
(self-reliance) dan kebersamaam (cooperation) Dalam lembaga
koperasi akan dapat melahirkan efek sinergis. Efek ini akan menjadi
suatu kekuatan yang sangat ampuh bagi koperasi untuk mampu
bersaing dengan lembaga ekonomi lainnya, apabila para anggota
koperasi mengoptimalkan partisipasinya, baik partisipasi sebagai
pemilik maupun partisipasi sebagai pemakai.

3). Prinsip-prinsip koperasi
ICA (1999) merumuskan prinsip-prinsip koperasi adalah :
Pertama : Koperasi adalah perkumpulan sukarela, terbuka bagi semua
orang yang mampu menggunakan jasa-jasa perkumpulan dan
bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan tanpa
diskriminasi gender, sosial, rasial, politik dan agama.
Kedua : koperasi adalah perkumpulan demokratis, dikendalikan oleh
para anggotanya yang secara akfif berpartisipasi dalam
penetapan kebijakan-kebijakan perkumpulan dan mengambil
keputusan-keputusan
Ketiga : Anggota koperasi menyumbang secara adil dan
mengendalikan secara demokratis, modal dari koperasi
mereka
Keempat : Koperasi bersifat otonom, merupakan perkumpulan yang
menolong diri sendiri dan dikendalikan oleh
anggota-anggotanya
Kelima : Koperasi menyelenggarakan pendidikan bagi anggotanya,
para wakil yang dipilih, manajer dan karyawan, agar mereka
dapat memberikan sumbangan yang efektif bagi
perkembangan koperasi
Keenam : Koperasi dapat memberikan pelayanan paling efektif kepada
para ngggotanya dan memperkuat gerakan koperasi dengan
cara kerjasama melalui struktur lokal, nasional, regional, dan
internasional
Ketujuh : Koperasi bekerja bagi pembangunan yang berkesinambungan
dari komunitas mereka melalui kebijakan yang disetujui
anggotanya.

4). Keanggotaan koperasi
Berdasarkan pengertian koperasi yang dikemukakan oleh ICA di atas
maka : "Anggota koperasi adalah orang-orang yang berkumpul, bersatu
secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan
aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama, melalui
perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara
demokratis”.
Dalam suatu organisasi yang memiliki karakteristik suatu
kelembagaan seperti koperasi, dipihak yang satu keberadaan anggota
adalah sebagai pernilik berkewajiban memberikan konstribusi pada
organisasinya. Dipihak yang lain anggota sebagai pemakai mempunyai
hak untuk memperoleh insentif atau manfaat dari organisasi koperasi.
Dengan kedua fungsi tersebut, anggota koperasi mempunyai kedudukan
sentral dalam koperasi sebagai suatu kelembagaan ekonomi. Dilihat dari
pengertian dasar, sifat, ciri keanggotaan, dan hak, serta kewajiban
anggota dalam organisasi koperasi, makai kedudukan anggota dapat
diuraikan menjadi :
(1). Pemilik, pemakai, sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam
organisasi koperasi (melalui Rapat Anggota Tahunan).
(2). Orang-orang yang mempunyai kesepakatan berdasarkan
kesadaran rasional dan utuh yang secara bersama-sama memenuhi
kepentingan ekonomi dan sosial mereka, baik sebagai konsumen,
sebagai produsen, maupun sebagai anggota masyarakat yang hidup
dan berinteraksi dalam suatu komunal.
(3). Keanggotaannya bersifat sukarela dan terbuka untuk setiap warga
negara yang memenuhi persyaratan-persyaratan spesifikasi
koperasinya
(4). Keanggotaannya melekat pada diri pribadi orang-orangnya;
a. memiliki rasa senasib dalam upaya memenuhi kepentingan
ekonomi dan sosialnya,
b. memiliki keyakinan bahwa hanya dengan bergabung
bersama-sama maka kepentingan ekonomi dan sosialnya secara
bersama-sama akan dapat diselesaikan.
c. memiliki kesamaan dalam jenis kepentingan ekonominya.
(5). Keanggotaan koperasi merupakan keputusan berdasarkan tingkat
kesadaran rasional dari orang-orang yang ; a) merasa cocok bila
mereka melakukan kegiatan tolong-menolong khususnya dalam
bidang ekonomi, b) merasa kuat bila mereka bersatu menjadi
anggota Koperasi, dan c) merasa tidak perlu bersaing dengan
kegiatan usaha koperasinya.

5). Organisasi dan koperasi
Organisasi sering diartikan sebagai interaksi dan kerja sama
antara dua orang/pihak atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu, di
dalam sebuah perusahaan, kerja sama ini mutlak diperlukan karena
kegiatan dalam perusahaan sangat kompleks, beraneka ragam, dan saling
terkait antara yang satu dan yang lain. Kerja sama ini tidak terbatas antar
karyawan di dalam perusahaan tetapi juga dengan berbagai pihak di luar
perusahaan yang terkait dengan kegiatan perusahaan.
Organisasi koperasi dibentuk atas dasar kepentingan dan
kesepakatan anggota pendirinya dan mempunyai tujuan utama untuk
lebih mensejahterakan anggotanya. Sistem kontribusi insentif sangat
relevan dalam suatu organisasi koperasi. Sistem tersebut dapat
menjamin eksistensi koperasi dan sekaligus merangsang anggota untuk
lebih berpartisipasi secara aktif. Dalam pembicaraan mengenai
organisasi di masyarakat, khususnya di daerah pedesaan, kiranya lebih
dulu perlu dipahami bahwa basis terendah dalam kehidupan pedesaan
adalah "desa", atau kampung dusun-dusun kecil yang penduduknya
hidup berkelompok dengan keterikatan/ketergantungan antar individu
yang sangat erat. Komunitas penduduk berlangsung dalam rangka
membangun kehidupan yang pada awalnya bersifat subsistem. Meskipun
demikian (pola hidup subsistem), kaitan pemasaran sudah ada dengan
daerah urban yang lebih modern. Dalam hal ini yang dikenal sebagai
pedesaan adalah kumpulan rumah tangga petani yang secara tradisional
mengambil keputusan-keputusan produksi, konsumsi, dan investasi. Di
sektor perkotaan kegiatan yang sama dilakukan oleh lembaga
perusahaan dan rumah tangga secara terpisah dengan tujuan
memaksimumkan penghasilan perusahaan. Oleh sebab itu yang
diperlukan adalah aktualisasi dari prinsip-prinsip tersebut sebagai
berikut :
(1). Kelompok koperasi (Cooperative Groups); Bahwa koperasi adalah
kelompok orang yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang
sama yaitu meningkatkan kemampuan ekonomi secara
berkelompok dengan harapan akan memperbesar skala ekonomi
mereka yang berdampak akhir pada meningkatnya efisien dari
kegiatan (jual-beli) yang dilakukannya bersama-sama.
(2). Menolong diri sendiri (Self Help Organization); Bahwa dengan
berkelompok mereka akan menjadi lebih besar dan lebih kuat
posisinya dalam pasar, sehingga mereka dapat menolong diri
sendiri.
(3). Perusahaan koperasi (Cooperative Enterprises) dan; Bahwa
koperasi merupakan perusahan yang jika dalam kegiatan usahanya
mendapatkan nilai lebih maka kelebihan yang diterima dapat
dikembalikan lagi kepada anggotanya dan atau dapat dijadikan
tambahan modal usaha serta investasi.
(4). Meningkatkan keuntungan ekonomi anggotanya (member
promotion): Tujuan berkoperasi adalah kebersamaan dalam rangka
meningkatkan efisiensi dengan memperbesar skala ekonomi
(economic of scale) , mengurangi resiko usaha (down sizing) dan
kontribusi insentif (incentive contribution).
Dari prinsip dan tujuan koperasi tersebut, selama ini baru sangat
sedikit yang dapat diakomendir oleh gerakan koperasi, bahkan
sebaliknya ada unsur-unsur yang sama sekali belum dapat dilaksanakan
seperti menolong diri sendiri dan efisiensi biaya. Kondisi yang demikian
sering dikaitkan dengan kondisi ekonomi anggota koperasi yang ratarata
terbilang miskin (dibawah pendapatan rata-rata nasional) dan arah
pembinaan pemerintah yang lebih pada pembangunan usaha
ketimbangan pengkaderan koperasi.
Buruknya kinerja koperasi ternyata diperparah oleh kurang
baiknya kinerja pembina. Kondisi seperti ini sebenarnya sudah diketahui
sejak era orde baru, yang diduga terkait erat dengan pendekatan, strategi
dan pola pembinaan serta kualitas SDM pembina. Dalam hal ini
Nasution 1990 dalam desertasinya mengatakan bahwa kunjungan
pembina membawa dampak negatif bagi kenerja koperasi (KUD), yang
diindikasikan dari semakin banyak kunjungan pembina ke suatu KUD
maka akan semakin cepat KUD tersebut mengalami penurunan
kinerjanya. Perbaikan konsepsi pembinaan ternyata sampai sekarang ini
belum banyak mendapat perhatian dari pemerintah dan hal ini diduga
terkait dengan komitmen politik untuk memberdayakan koperasi yang
cukup kuat, sehingga pembenahan permasalahan tersebut belum
mendapat respon yang significant dari Pemerintah.
Permasalahan diatas nampaknya juga terkait dengan masalahmasalah
internal koperasi yang belum terselesaikan antara laian; a)
proses penyempurnaan RUU Perkoperasian yang sudah tersendat hampir
4 tahun; b) Pergantian Pengurus Dewan koperasi Indonesia (DEKOPIN)
yang berakhir kisruh sehingga gerakan koperasi pecah menjadi beberapa
kelompok; c) koperasi tidak diberikan peran dalam agenda Dan Prioritas
Pembangunan Nasional dalam kurun waktu tahun 2004 sampai dengan
tahun 2009 (dalam pidato Kenegaraan Presiden SBY tanggal 16 Agustus
2006 tidak menyebutkan koperasi); d) dalam dunia pendidikan mata
ajaran perkoperasian menjadi pelajaran pilihan dan sampai sekarang
belum ada standar baku untuk mata ajaran tersebut dan; e) Promosi,
penyuluhan dan sosialisasi koperasi di media masa selama era reformasi
hampir tidak pernah ada lagi.
Disamping masalah makro di atas, dalam gerakan koperasi juga
terdapat masalah mikro yang sangat mempengaruhi kinerja koperasi,
yang sampai sekarang ini juga belum terselesaikan antara lain; a)
Anggota koperasi cenderung hanya sebagai pemilik tetapi bukan sebagai
pengguna yang diindikasikan dari rendahnya keterkaitan usaha antara

anggota dan koperasi yang secara langsung mempengaruhi rendahnya
manfaat koperasi buat anggota; b) Kepentingan bisnis koperasi lebih
diutamakan (menyolok) daripada kepentingan anggotanya; c) Partisipasi
anggota sebagai pemilik dan pengguna sangat rendah; d) rasa
kebersamaan diantara anggota maupun antara anggota dengan koperasi
juga hampir tidak ada; e) Kaderisasi sangat jarang dilakukan dan jika
adapun sifatnya temporary atau tidak berkesinambungan serta; f) Proses
Penyuluhan, pendidikan dan pelatihan tidak berjalan dengan baik dan
berkesinambungan serta hasil-hasil penelitian ataupun pemikiranpemikiran
ilmiah tidak pernah dimanfaatkan sebagai bahan masukan
dalam pengambilan keputusan oleh para pengambil kebijaksanaan.

III. Solusi Pemberdayaan Koperasi
Solusi yang diperlukan untuk memberdayakan koperasi sekarang ini
adalah adanya komitmen yang kuat dan sekaligus upaya nyata dari pihak pihak
terkait khususnya pemerintah, gerakan koperasi dan lembaga koperasi untuk
melakukan pembenahan dalam rangka pemurnian dan revitalisasi kegiatan usaha
serta penguatan pembiayaan koperasi. Alternatif pemurnian kelembagaan
koperasi dapat dilakukan dengan; a) memperbaiki dan melengkapi aturan
perundang-undangan (mempercepat proses penyusunan dan pengesahan RUU per
koperasian); b) Melakukan penyuluhan serta pendidikan dan pelatihan kepada
anggota pengurus dan Pembina koperasi dengan materi dan metoda yang tepat,
agar mereka benar-benar mengetahui dan mengerti koperasi secara utuh
(Koperasi yang genuine); c) Melakukan sosialisasi/promosi melalui media yang
tepat terarah dan terencana serta berkesinambungan; d) Menyusun standar dan
metoda yang tepat bagi mata ajaran koperasi untuk mendukung kaderisasi
koperasi ditingkat pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi serta; e)
Menyerahkan sebagian besar tugas dan tanggung jawab pembinaan dan
pengembangan koperasi kepada gerakan koperasi sendiri.
Alternatif revitalisasi usaha dan penguatan pembiayaan koperasi dapat
dilakukan melalui; a) mengkaji secara cermat bidang usaha yang mempunyai
keunggulan komparatif yang tepat untuk diusahakan oleh koperasi dan sesuai
dengan usaha anggotanya sebagai fokus pengembangan usaha koperasi;
b) Kegiatan koperasi hanya dilakukan atas dasar perencanaan dan kelayakan
bisnis bukan hanya karena adanya suatu program yang diciptakan oleh
pemerintah (sektoral di tingkat pusat); c) Membangun jaringan antara koperasi
serta dengan lembaga usaha lainnya baik dalam keperluan pengadaan bahan baku
dan teknologi maupun pemasaran hasil produksi; d) Merancang sekaligus
melaksanakan model pendidikan dan latihan teknis usaha yang sesuai dengan
kebutuhan pengembangan usaha anggota koperasi serta; e) Membangun sistem
pembiayaan koperasi dengan prioritas pengembangan lembaga interlending dan
penjaminan kredit yang handal dan bertanggung jawab.
11
Dalam membahas peluang koperasi untuk menjadi lembaga alternatif
pemberdayaan UKMK juga perlu dikaji hubungan antara koperasi dengan
anggotanya yang UKM. Dalam hal ini salah satu aspek yang menarik untuk
diperhatikan adalah “faktor perekat dalam koperasi (antara koperasi dengan
anngotanya dan antar anggota di dalam koperasi) adalah, kesamaan
(homogenitas) kepentingan ekonomi. Lebih lanjut juga perlu difikirkan
bagaimana jika keberhasilan koperasi telah mampu meningkatkan perekonomian
seseorang, sehingga orang tersebut malah merasa tidak memerlukan koperasi lagi.
Dalam hal ini perlu disadari bahwa peningkatan kemampuan ekonomi seseorang
dapat menyebabkan orang berubah kepentingannya. Sehingga mungkin saja
orang tersebut dapat pindah ke koperasi lain, yang dapat memenuhi
kepentingannya. Dengan kata lain faktor homogenitas kepentingan anggota
merupakan kata kunci dalam membangun faktor perekat dalam koperasi.
Tidak ada penugasan khusus kepada instansi pemerintah sebagai Pembina
untuk menjadikan koperasi sebagai sebuah system, merupakan salah satu
penyebab dari kesulitan membangun sistem koordinasi antar pembinaan. Menurut
Mutis (1999), untuk memberdayakan wirausaha dengan skala usaha kecil,
menengah, dan koperasi ataupun kalangan usaha di sektor informal adalah salah
satu bentuk menterjemahkan visi kerakyatan dalam fraxis bisnis kekinian.
Menurut UU nomor 25 tahun 1992 tentang perKoperasian. koperasi adalah badan
usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan-badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasar pada atas asas kekeluargaan.
Karena adanya berbagai penafsiran tentang koperasi sebagai akibat dari
bentuk badan usaha ini yang mudah dimasuki oleh unsur-unsur non-ekonomi
maka dalam membicarakan koperasi ada baiknya jika lebih dulu disepakati
berbagai aspek penting dalam koperasi sebagai berikut: Dalam usaha, petani
untuk menaikkan pendapatan keluarga dan faktor konsumsi keluarganya (melalui
peningkatan produksi usaha taninya), inilah mereka banyak mengadakan kontak
dengan dunia luar, terutama dalam memenuhi kebutuhan sarana produksi.
Penggunaan faktor produksi sedikit banyak ditentukan oleh ketentuan adat
istiadat melalui lembaga tradisional seperti sistem Mapalus di Sulawesi dan
sekarang melalaui kelompok tani. Dengan berorganisasi ini, koordinasi
pemanfaatan sumberdaya yang langka bisa dinikmati oleh petani-petani individu.
Dengan demikian apa yang tampak dalam kehidupan ekonomi para petani adalah
hubungan kekerabatan itu sangat erat dan berpengaruh besar, sebab mereka hidup
di lokasi yang sama serta mendorong para petani bekerja sama untuk
mempertahankan kehidupan.
Berbagai bentuk organisasi ekonomi dan sosial yang ada di pedesaan
umumnya dimiliki ciri yang pluratistik. Dengan pengertian luas, yang dikatakan
oleh Gunardi (1981) sebagai kolektivisme desa mau kolektivisme asli. Ciri utama
kolektivesme tersebut adalah semangat gotong-royong, tolong-menolong,
musyawarah untuk mufakat, dan toleransi yang tinggi dalam pola paguyuban
yang kuat.

Berbagai bentuk organisasi sosial dan ekonomi yang ada dan berkembang
di pedesaan seperti Subak, Mapalus, Lumbung Pitih Nagari pada dasarnya
merupakan wujud dari Koperasi Sosial. Bila lembaga semacam ini dibina maka
akan menjadi landasan yang kokoh untuk membangun koperasi Modern yang
mandiri, berdaya guna, dan berhasil guna bagi pembangunan ekonomi masyarakat
desa dan pedesaan. Bila dibandingkan antara Koperasi Sosial yang telah
berkembang sejak berabad-abad yang lalu di perdesaan dalam berbagai bentuk
organisasi sosial ekonomi yang diuraikan di atas terlihat hanya sedikit perbedaan
yang tidak mendasar, seperti diperlihatkan pada Tabel 1 di bawah ini.

IV. PENUTUP
Sehubungan dengan permasalahan di atas, berapa issue yang layak untuk
didiskusikan; a) aksesibilitas dan UKM terhadap sumber-sumber permodalan,
terutama untuk menghilangkan kesan bahwa masalah permodalan UKMK dapat
diselesaikan melalui pengembangan Lembaga Keuangan Mikro saja; b) Aspek
perlindungan terhadap koperasi yang selama ini tertutupi oleh semangat
globalisasi yang sebenarnya bertentangan dengan UU Nomor 25 tahaun 1992; c)
Masalah kelembagaan koperasi yang antara lain diindikasikan dari anggapan
sekarang ini bahwa koperasi tidak berbeda dengan jenis badan usaha ekonomi
lainnya dan; d) Evaluasi terhadap berbagai program unggulan yang dilaksanakan
oleh Kementerian Negara koperasi dan UKM.
Sebagai bagian dari kehidupan bangsa pembangunan koperasi tidak
terlepas dari pengaruh perubahan yang terjadi di berbagai aspek kehidupan, baik
aspek ekonomi, sosial, budaya, hankam ataupun aspek-aspek lainnya. Realita
memperlihatkan bahwa perkembangan koperasi semakin redup, antara lain
disebabkan perubahan kebijaksanaan pemerintah sebagai tuntutan dari era
globalisasi. Kebijakan moneter semakin memperlemah koperasi/UKM untuk
mengakses sumber permodalan. Bank bukan lagi menjadi agen development
Pemilikan BUMN oleh perusahaan asing bukan lagi hal yang aneh. Subsidi kredit
untuk UKM dan koperasi semakin dikurangi.

Jika koperasi hanya dijadikan sebagai sebuah alternatif kelembagaan
dalam mendukung pemberdayaan UMKM, sedangkan diketahui bahwa koperasi
memiliki banyak keunggulan dalam mendukung pemberdayaan ekonomi
kelompok-kelompok miskin, maka perlu dipikirkan adanya opsi lain. Namun
demikian dalam pemilihan opsi seharusnya koperasi dinyatakan sebagai suatu
sistem kelembagaan yang dengan kriteria-kriteria tertentu dapat menjadi soko
guru perekonomian nasional, yang dibangun oleh sebagian besar rakyat yang
tergolong dalam kelompok UKM. Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah
bagaimana memposisikan koperasi dalam Sistem Perekonomian Nasional
tersebut, sedangkan diketahui sekarang ini sagat banyak kendala yang
menghambat pengembangan koperasi, terutama dari aspek kebijakan makro yang
dipengaruhi semangat globalisasi. Pertanyaan akhir yang perlu dijawab adalah
“Bentuk koperasi yang bagaimana yang seharusnya dibagun di Indonesia ?”
Apakah Koperasi Single Purpose atau Koperasi Multy Purpose ? Kedua jenis
koperasi ini nampaknya cocok, untuk UKM, tetapi harus disesuaikan dengan
bidang usaha, kondisi ekonomi dan sosial dari anggota yang UKM dengan
beragam jenis kegiatan usaha terutama yang bersifat spesifik daerah.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, (2006). Kumpulan hasil-hasil Workshop Pemberdayaan Koperasi dan
UMKM. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya Koperasi dan UMKM
(laporan sementara belum diterbitkan).
Surya Dharma Ali, (2007). Komitmen Pemberdayaan UMKM dan Koperasi.
Disampaikan pada Seminar Prospek Usaha Kecil dan Menengah, Lembaga
Usaha Pengembangan Masyarakat Jakarta.
Nasution Muslimin, (2001). Koperasi, Konsepsi Pemikiran dan Peluang Pembangunan
Masa Depan Bangsa.
-------------- , (1996). Membangun Koperasi Sebagai Wahana Efektif Untuk
Memberdayakan Perekonomian Rakyat. Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional Jakarta.
Ibnu Soedjono. Et.al, (1996). koperasi Di Tengah Arus Liberalisasi Ekonomi.
FORMASI, Jakarta