Minggu, 27 November 2011

Review Jurnal 3

Nama Kelompok : Airin Akte Savira / 20210444

Dessy lestari / 21210848

Juni Erbina Saragih / 23210813

Siti Amanah / 26210579

Yuli Chatrine Castro /28210741

Review Jurnal Ekonomi Koperasi

Judul : MEMBANGUN KOPERASI BERBASIS ANGGOTA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT

Sumber: http://ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.htm

ABSTRAK

Tujuan penulisan ini bertujuan untuk lebih memahami membangun koperasi yang berbasis anggota dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat.dari hasil pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa banyaknya faktor yang mendorong untuk terwujudnya koperasi untuk lebih membantu mengembangkan ekonomi rakyat.

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Setelah melalui berbagai kebijakan pengembangan koperasi pada masa Orde Baru yang bias pada dominasi peran pemerintah, serta kondisi krisis ekonomi yang melanda Indonesia, timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya peran koperasi dalam masyarakat Indonesia, bagaimana prospeknya dan bagaimana strategi pengembangan yang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Melihat sifat dan kondisi krisis ekonomi saat ini serta berbagai pemikiran mengenai usaha untuk dapat keluar dari krisis tersebut, maka koperasi dipandang memiliki arti yang strategis pada masa yang akan datang.

2.Uraian Teoritis

a. KONDISI KOPERASI (PERBANDINGAN KUD DAN KOPERASI KREDIT/KOPDIT)

Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :

Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan. Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.

Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.

Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.

Namun diantara peran dan manfaat koperasi diatas, ternyata lebih banyak lagi koperasi, terutama KUD, yang tidak mendapatkan apresiasi dari masyarakat karena berbagai faktor. Faktor utamanya adalah ketidak mampuan koperasi menjalankan fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang mengecewakan masyarakat. Kondisi ini telah menjadi sumber citra buruk koperasi secara keseluruhan.

Pada masa yang akan datang, masyarakat masih membutuhkan layanan usaha koperasi. Alasan utama kebutuhkan tersebut adalah dasar pemikiran ekonomi dalam konsep pendirian koperasi, seperti untuk meningkatkan kekuatan penawaran (bargaining positition), peningkatan skala usaha bersama, pengadaan pelayanan yang selama ini tidak ada, serta pengembangan kegiatan lanjutan (pengolahan, pemasaran, dan sebagainya) dari kegiatan anggota. Alasan lain adalah karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha tertentu (yang tidak berkaitan dengan usaha anggota) atau karena memanfaatkan fasilitas yang disediakan pihak lain (pemerintah) yang mensyaratkan kelembagaan koperasi, sebagaimana bentuk praktek pengembangan koperasi yang telah dilakukan selama ini. Namun alasan lain yang sebenarnya juga sangat potensial sebagai sumber perkembangan koperasi, seperti alasan untuk memperjuangkan semangat kerakyatan, demokratisasi, atau alasan sosial politik lain, tampaknya belum menjadi faktor yang dominan.

Alasan kebutuhan awal atas keberadaan koperasi tersebut sangat dipengaruhi oleh pola hubungan koperasi dan anggota serta masyarakat yang didominasi pola hubungan bisnis. Hal ini sangat terlihat dalam pola hubungan koperasi dan anggota di KUD. Akibatnya sering terjadi “koperasi yang tidak berkoperasi” atau dikenal pula sebagai “koperasi pengurus” dan “koperasi investor” karena koperasi dan anggota menjadi entitas yang berbeda, melakukan transaksi satu dengan lainnya, bahkan tidak jarang saling berbeda kepentingan : pengurus dan ‘investor’ disatu pihak, anggota dipihak lainnya.

Dari beberapa perkembangan Kopdit terlihat bahwa pola hubungan koperasi dan anggota yang sesuai dengan prinsip dasar koperasi memang membutuhkan proses. Namun jika kesadaran keanggotaan (yang membedakan seorang anggota dengan yang bukan anggota) telah berhasil ditumbuhkan maka kesadaran tersebut akan menjadi dasar motivasi dimana pola hubungan bisnis dapat berkesinambungan melalui partisipasi yang kemudian berkembang menjadi loyalitas. Pola yang tidak hanya ‘hubungan bisnis’ tersebut kemudian akan menjadi sumber kekuatan koperasi. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa Kopdit, dimana jika dalam masa krisis banyak KUD dan lembaga usaha lain gulung tikar beberapa Kopdit justru menunjukkan peningkatan kinerja baik dilihat dari omset, SHU, dan jumlah anggota.


b. FAKTOR FUNDAMENTAL EKSISTENSI DAN PERAN KOPERASI

Berdasarkan pengamatan atas banyak koperasi serta menggali aspirasi berbagai pihak yang terkait dengan perkembangan koperasi, khususnya para partisipan koperasi sendiri, yaitu anggota dan pengurus, maka dapat disintesakan beberapa faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi dan peran koperasi dimasyarakat. Faktor-faktor berikut merupakan faktor pembeda antara koperasi yang tetap eksis dan berkembang dengan koperasi-koperasi yang telah tidak berfungsi bahkan telah tutup.

1. Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri.

Masyarakat yang sadar akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri, meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara mandiri merupakan prasyarat bagi keberdaan koperasi. Kesadaran ini akan menjadi motivasi utama bagi pendirian koperasi ‘dari bawah’ atau secara ‘bottom-up’. Faktor kuncinya adalah kesadaran kolektif dan kemandirian. Dengan demikian masyarakat tersebut harus pula memahami kemampuan yang ada pada diri mereka sendiri sebagai ‘modal’ awal untuk mengembangkan diri. Faktor eksternal dapat diperlakukan sebagai penunjang atau komplemen bagi kemampuan sendiri tersebut.

2. Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan (independensi) dan otonomi untuk berorganisasi.

Koperasi pada dasarnya merupakan suatu cita-cita yang diwujudkan dalam bentuk prinsip-prinsip dasar. Wujud praktisnya, termasuk struktur organisasinya, sangat ditentukan oleh karakteristik lokal dan anggotanya. Dengan demikian format organisasi tersebut akan mencari bentuk dalam suatu proses perkembangan sedemikian sehingga akhirnya akan diperoleh struktur organisasi, termasuk kegiatan yang akan dilakukannya, yang paling sesuai dengan kebutuhan anggota. Pengalaman pengembangan KUD dengan format yang seragam justru telah menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap berbagai faktor eksternal, sedangkan KUD yang berhasil bertahan justru adalah KUD yang mampu secara kreatiif dan sesuai dengan kebutuhan anggota dan masyarakat mengembangkan organisasi dan kegiatannya.

3. Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi.

Faktor pembeda koperasi dengan lembaga usaha lain adalah bahwa dalam koperasi terdapat nilai-nilai dan prinsip yang tidak terdapat atau tidak dikembangkan secara sadar dalam organisasi lain. Oleh sebab itu pemahaman atas nilai-nilaI koperasi : keterbukaan, demokrasi, partisipasi, kemandirian, kerjasama, pendidikan, dan kepedulian pada masyarakat; seharusnya merupakan pilar utama dalam perkembangan suatu koperasi. Pada gilirannya kemudian nilai dan prinsip itulah yang akan menjadi faktor penentu keberhasilan koperasi. Sehingga salah satu faktor fundamental bagi keberadaan koperasi ternyata adalah jika nilai dan prinsip koperasi tersebut dapat dipahami dan diwujudkan dalam kegiatan organisasi. Disadari sepenuhnya bahwa pemahaman nilai-nilai tersebut tidak dapat terjadi dalam “semalam”, tetapi melalui suatu proses pengembangan yang berkesinambungan setahap demi setahap terutama dilakukan melalui pendidikan dan sosialisasi dengan tetap memberikan tempat bagi perkembangan aspirasi lokal yang spesifik menyangkut implementasi bahkan pengayaan (enrichment) dari nilai-nilai koperasi yang universal tersebut. Dengan demikian proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi akan menjadi salah satu faktor penentu keberadaan koperasi.

4. Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi.

Hal ini secara khusus mengacu pada pemahaman anggota dan masyarakat akan perbedaan hak dan kewajiban serta manfaat yang dapat diperoleh dengan menjadi anggota atau tidak menjadi anggota. Jika terdapat kejelasan atas keanggotaan koperasi dan manfaat yang akan diterima anggta yang tidak dapat diterima oleh non-anggota maka akan terdapat insentif untuk menjadi anggota koperasi. Pada gilirannya hal ini kemudian akan menumbuhkan kesadaran kolektif dan loyalitas anggota kepada organisasinya yang kemudian akan menjadi basis kekuatan koperasi itu sendiri.

5. Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :

a. luwes (flexible) sesuai dengan kepentingan anggota,

b. berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota,

c. berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota,

d. biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi non-koperasi, dan

e. mampu mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri.

Kegiatan usaha yang dikembangkan koperasi pada prinsipnya adalah kegiatan yang berkait dengan kepentingan anggota. Salah satu indikator utama keberhasilan kegiatan usaha tersebut adalah jika usaha anggota berkembang sejalan dengan perkembangan usaha koperasi. Oleh sebab itu jenis usaha koperasi tidak dapat diseragamkan untuk setiap koperasi, sebagaimana tidak dapat diseragamkannya pandangan mengenai kondisi masyarakat yang menjadi anggota koperasi.

Biaya transaksi yang ditimbulkan apabila anggota menggunakan koperasi dalam melakukan kegiatan usahanya juga perlu lebih kecil jika dibandingkan dengan tanpa koperasi. Hal ini akan menjadi penentu apakah keberadaan koperasi dan keanggotaan koperasi memang memberikan manfaat bisnis. Jika biaya transaksi tersebut memang dapat menjadi insentif bagi keanggotaan koperasi maka produktivitas modal koperasi akan lebih besar dibandingkan lembaga lain. Langkah selanjutnya yang perlu dikembangkan oleh suatu koperasi adalah agar hasil produktivitas tersebut dapat dipertahankan dalam sistem koperasi. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan lemahnya lembaga koperasi adalah karena nilai lebih dari perputaran modal dalam “sistem” koperasi ternyata lebih banyak diterima oleh lembaga-lembaga diluar koperasi dan anggotanya. Hal ini memang merupakan salah satu catatan penting yang harus diperhatikan sebagai akibat dari sistem perbankan yang sentralistik seperti yang dianut saat ini.

Jika koperasi memang telah menyadari pentingnya keterkaitan usaha antara usaha koperasi itu sendiri dengan usaha anggotanya, maka salah satu strategi dasar yang harus dikembangkan oleh koperasi adalah untuk mengembangan kegiatan usaha anggota dan koperasi dalam satu kesatuan pengelolaan. Hal ini akan berimplikasi pada berbagai indikator keberhasilan usaha koperasi, dimana faktor keberhasilan usaha anggota harus menjadi salah satu indikator utama.

6. Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau anggotanya.

Jika dilihat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, maka dapat dihipotesakan bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan sekaligus juga berperan dan bermanfaat bagi masyarakat yang tengah berkembang dari suatu tradisional dengan ikatan sosiologis yang kuat melalui hubungan emosional primer ke arah masyarakat yang lebih heterogen dan semakin terlibat dengan sistem pasar dan kapital dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang juga dikenal dengan komunitas ‘bazar-ekonomi’. Artinya koperasi tidak diharapkan dapat sangat berkembang pada masyarakat yang masih sangat tradisional, subsisten, dan relatif ‘tertutup’ dari dinamika sistem pasar; atau juga pada komunitas yang telah menajdi sangat individualis, dan berorientasi kapital. Dengan perkataan lain, koperasi tidak diharapkan dapat berkembang optimal disemua bentuk komunitas.

Sebagai bagian dari identifikasi berbagai faktor fundamental tersebut maka perlu disadari bahwa pemenuhan faktor-faktor tersebut memang dapat bersifat ‘trade-off’ dengan pertimbangan kinerja jangka pendek suatu organisasi usaha konvensional. Proses yang dilakukan dalam pengembangan koperasi memang membutuhkan waktu yang lebih lama dengan berbagai faktor “non-bisnis” yang kuat pengaruhnya. Dengan demikian pemenuhan berbagai faktor fundamental tersebut dapat menyebabkan indikator kinerja lain, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan demi untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.


c. MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA: MULAI DARI APA YANG SUDAH ADA

Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat diwarnai oleh peranan dunia usaha, maka mau tidak mau peran dan juga kedudukan koperasi dalam masyarakat akan sangat ditentukan oleh perannya dalam kegiatan usaha (bisnis). Bahkan peran kegiatan usaha koperasi tersebut kemudian menjadi penentu bagi peran lain, seperti peran koperasi sebagai lembaga sosial. Isyu strategis pengembangan usaha koperasi dapat dipertajam untuk beberapa hal berikut :

1. Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan prinsip koperasi.

Beberapa koperasi pada beberapa bidang usaha sebenarnya telah menunjukkan kinerja usaha yang sangat baik, bahkan telah mampu menjadi pelaku utama dalam bisnis yang bersangkutan. Misalnya, GKBI yang telah menjadi terbesar untuk usaha batik, Kopti yang telah menjadi terbesar untuk usaha tahu dan tempe, serta banyak KUD yang telah menjadi terbesar kecamatan wilayah kerjanya masing-masing. Pada koperasi-koperasi tersebut tantangannya adalah untuk dapat terus mengembangkan usahanya dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip perkoperasian Indonesia. Pada prakteknya, banyak koperasi yang setelah berkembang justru kehilangan jiwa koperasinya. Dominasi pengurus dalam melaksanakan kegiatan usaha dan koperasi yang membentuk PT (Perseroaan Terbatas) merupakan indikasi kekurang-mampuan koperasi mengembangkan usaha dengan tetap mempertahankan prinsip koperasi. Jika tidak diantisipasi kondisi ini pada gilirannya akan mengaburkan tujuan pengembangan koperasi itu sendiri.

2. Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum.

Hal yang menonjol adalah dalam interaksi koperasi dengan bank. Sifat badan usaha koperasi dengan kepemilikan kolektif ternyata banyak tidak berkesesuaian (compatible) dengan berbagai ketentuan bank. Sehingga akhirnya ‘terpaksa’ dibuat kompromi dengan menjadikan individu (anggota atau pengurus) sebagai penerima layanan bank (contoh : kredit KKPA). Hal yang sama juga terjadi jika koperasi akan melakukan kontrak usaha dengan lembaga usaha lain. Kondisi ini berhubungan erat dengan aspek hukum koperasi yang tidak berkembang sepesat badan usaha perorangan. Disamping itu karakteristik koperasi tampaknya kurang terakomodasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut badan usaha selain undang-undang tentang koperasi sendiri. Hal ini terlihat misalnya dalam peraturan perundangan tentang perbankan, perpajakan, dan sebagainya.

3. Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang.

Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan kebingunan pada saat ada permintaan untuk melakukan ekspor tomat ke Singapura: bagaimana mekanisme pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat, dan sebagainya. Koperasi tersebut juga tidak tahu, atau memang karena tidak ada, dimana atau kepada siapa harus bertanya. Hal yang sama juga dihadapi oleh sebuah koperasi di Jogjakarta yang kebingungan mencari informasi mengenai teknologi pengemasan bagi produk makanan olahannya. Permasalahan teknis semacam ini telah semakin banyak dihadapi oleh koperasi, dan sangat dirasakan kebutuhan bagi ketersediaan layanan untuk mengantisipasi berbagai permasalahan tersebut.

4. Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi.

Beberapa pengusaha kecil jamu di daerah Surakarta dan sekitarnya tengah menghadapi kesulitan bahan baku (ginseng) yang pasokannya dimonopoli oleh pengusaha besar. Para pengusaha tersebut juga masih harus bersaing dengan pabrik jamu besar untuk dapat memperoleh bahan baku tersebut. Mereka ingin berkoperasi tetapi tidak dengan pola koperasi yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Hal yang sama juga dihadapi oleh pengusaha kecil besi-cor di Bandung untuk mendapatan bahan baku ‘inti-besi’-nya, atau untuk menghadapi pembeli (industri besar) yang sering mempermainkan persyaratan presisi produk yang dihasilkan. Contoh-contoh diatas memberi gambaran bahwa keinginan dan kebutuhan untuk membentuk koperasi cukup besar, asalkan memang mampu mengakomodasi keinginan dan kebutuhan para pengusaha tersebut. Kasus serupa cukup banyak terjadi pada berbagai bidang usaha lain di berbagai tempat.

5. Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.

Konsentrasi pengembangan usaha koperasi selama ini banyak ditujukan bagi koperasi sebagai satu perusahaan (badan usaha). Tantangan untuk membangun perekonomian yang kooperatif sesuai amanat konstitusi kiranya dapat dilakukan dengan mengembangan jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi. Hal ini juga sebenarnya telah menjadi kebutuhan diantara banyak koperasi, karena banyak peluang usaha yang tidak dapat dipenuhi oleh koperasi secara individual. Jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi, bukan hanya keterkaitan organisasi, potensial untuk dikembangkan antar koperasi primer serta antara primer dan sekunder. Perlu pula menjadi catatan bahwa di berbagai negara lain, koperasi telah kembali berkembang dan salah satu kunci keberhasilannya adalah spesialisasi kegiatan usaha koperasi dan kerjasama antar koperasi. Mengenai hubungan koperasi primer dan sekunder di Indonesia, saat ini banyak yang bersifat artifisial karena antara primer dan sekunder sering mengembangkan bisnis yang tidak berkaitan bahkan tidak jarang justru saling bersaing.

6. Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya.

Kemampuan usaha koperasi : permodalan, pemasaran, dan manajemen; umumnya masih lemah. Telah cukup banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, namun masih sering bersifat parsial, tidak kontinyu, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan dalam suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan untuk mengembangkan kemampuan dari dalam koperasi sendiri tampaknya lebih tepat dan dibutuhkan.

7. Peningkatan Citra Koperasi

Pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra koperasi di masyarakat. Harus diakui bahwa citra koperasi belum, atau sudah tidak, seperti yang diharapkan. Masyarakat umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi. Koperasi banyak diasosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh dengan ketidak-jelasan, tidak profesional, Ketua Untung Dulu, justru mempersulit kegiatan usaha anggota (karena berbagai persyaratan), banyak mendapat campur tangan pemerintah, dan sebagainya. Di media massa, berika negatif tentang koperasi tiga kali lebih banyak dari pada berita positifnya (PSP-IPB, 1995); berita dari para pejabat dua kali lebih banyak dari berita yang bersumber langsung dari koperasi, padahal prestasi koperasi diberbagai daerah cukup banyak dan berarti. Citra koperasi tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun perkembangan koperasi itu sendiri. Bahkan citra koperasi yang kurang ‘pas’ tersebut juga turut mempengaruhi pandangan mereka yang terlibat di koperasi, sehingga menggantungkan diri dan mencari peluang dalam hubungannya dengan kegiatan pemerintah justru dipandang sebagai hal yang wajar bahkan sebagai sesuatu yang ‘sudah seharusnya’ demikan. Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian.

8. Penyaluran Aspirasi Koperasi

Para pengusaha umumnya memiliki asosiasi pengusaha untuk dapat menyalurkan dan menyampaikan aspirasi usahanya, bahkan juga sekaligus sebagai wahana bagi pendekatan (lobby) politik dan meningkatkan keunggulan posisinya dalam berbagai kebijakan pemerintah. Asosiasi tersebut juga dapat dipergunakan untuk melakukan negosiasi usaha, wahana pengembangan kemampuan, bahkan dalam rangka mengembangkan hubungan internasional. Dalam hal ini asosiasi atau lembaga yang dapat menjadi wahana bagi penyaluran aspirasi koperasi relatif terbatas. Hubungan keorganisasian vertikal (primer-sekunder : unit-pusat-gabungan-induk koperasi) tampaknya belum dapat menampung berbagai keluhan atau keinginan anggota koperasi atau koperasi itu sendiri. Kelembagaan yang diadakan pemerintah untuk melayani koperasi juga acap kali tidak tepat sebagai tempat untuk menyalurkan aspirasi, karena sebagian aspirasi tersebut justru berhubungan dengan kepentingan pemerintah itu sendiri. Demikian pula dengan kelembagaan gerakan koperasi yang sekian lama kurang terdengar kiprahnya. Padahal dilihat dari jumlah dan kekuatan (ekonomi) yang dimilikinya maka anggota koperasi dan koperasi kiranya perlu diperhatikan berbagai kepentingannya.

3.Kesimpulan

Beberapa pemikiran yang telah diajukan kiranya membutuhkan setidaknya dua prasyarat. Pertama, pendekatan pengembangan yang harus dilakukan adalah pendekatan pengembangan kelembagaan secara partisipatif dan menghindari pengembangan yang diberdasarkan pada ‘kepatuhan’ atas arahan dari lembaga lain. Masyarakat perlu ditumbuhkan kesadarannya untuk mampu mengambil keputusan sendiri demi kepentingan mereka sendiri. Dalam hal ini proses pendidikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi menjadi faktor kunci yang sangat menentukan. Kedua, diperlukan kerangka pengembangan yang memberikan apresiasi terhadap keragaman lokal, yang disertai oleh berbagai dukungan tidak langsung tetapi jelas memiliki semangat kepemihakan pada koperasi dan ekonomi rakyat. Dengan demikian strategi pengembangan yang perlu dikembangkan adalah strategi yang partisipatif. Hal ini akan membutuhkan perubahan pendekatan yang mendasar dibandingkan dengna strategi yang selama ini diterapkan. Rekonsptualisasi sekaligus revitalisasi peran pemerintah akan menjadi faktor yang paling menentukan dalam perspektif pengembangan partisipatif ini.

Review Jurnal 2


Nama Kelompok : Airin Akte Savira / 20210444

Dessy lestari / 21210848

Juni Erbina Saragih / 23210813

Siti Amanah / 26210579

Yuli Chatrine Castro /28210741

Review Jurnal Ekonomi Koperasi

Judul : KOPERASI MEWUJUDKAN KEBERSAMAAN DAN KESEJAHTERAAN: MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL DAN REGIONALISME BARU

Sumber: http://www.docstoc.com/docs/23253942/Jurnal-Ekonomi---KOPERASI-MEWUJUDKAN-KEBERSAMAAN-DAN-KESEJAHTERAAN

ABSTRAK

Tujuan penulisan ini bertujuan untuk mengetahui cara mewujudkan kebersamaan dan kesejahteraan dalam menghadapi era global dan regionalisme baru.dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa untuk menghadapi era globalisasi dan regionalisme baru dibutuhkan tujuh garis perjuangan untuk lebih memperkokoh dasar koperasi.

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Membangun sistem Perekonomian Pasar yang berkeadilan sosial tidaklah cukup dengan sepenuhnya menyerahkan kepada pasar. Namun juga sangatlah tidak bijak apabila menggantungkan upaya korektif terhadap ketidakberdayaan pasar menjawab masalah ketidakadilan pasar sepenuhnya kepada Pemerintah. Koperasi sebagai suatu gerakan dunia telah membuktikan diri dalam melawan ketidakadilan pasar karena hadirnya ketidaksempurnaan pasar. Bahkan cukup banyak contoh bukti keberhasilan koperasi dalam membangun posisi tawar bersama dalam berbagai konstelasi perundingan, baik dalam tingkatan bisnis mikro hingga tingkatan kesepakatan internasional. Oleh karena itu banyak Pemerintah di dunia yang menganggap adanya persamaan tujuan negara dan tujuan koperasi sehingga dapat bekerjasama.

Meskipun demikian di negeri kita sejarah pengenalan koperasi didorong oleh keyakinan para Bapak Bangsa untuk mengantar perekonomian Bangsa Indonesia menuju pada suatu kemakmuran dalam kebersamaan dengan semboyan "makmur dalam kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran". Kondisi obyektif yang hidup dan pengetahuan masyarakat kita hingga tiga dasawarsa setelah kemerdekaan memang memaksa kita untuk memilih menggunakan cara itu. Persoalan pengembangan koperasi di Indonesia sering dicemooh seolah sedang menegakan benang basah. Pemerintah di negara-negara berkembang memainkan peran ganda dalam pengembangan koperasi dalam fungsi "regulatory" dan "development". Tidak jarang peran ”development” justru tidak mendewasakan koperasi.

Di bawah arus rasionalisasi subsidi dan independensi perbankan ternyata koperasi mampu menyumbang sepertiga pasar kredit mikro di tanah air yang sangat dibutuhkan masyarakat luas secara produktif dan kompetitif. Bahkan koperasi masih mampu menjangkau pelayanan kepada lebih dari 11 juta nasabah, jauh diatas kemampuan kepiawaian perbankan yang megah sekalipun. Namun demikian karakter koperasi Indonesia yang kecil-kecil dan tidak bersatu dalam suatu sistem koperasi menjadikannya tidak terlihat perannya yang begitu nyata.

Lingkungan keterbukaan dan desentralisasi memberi tantangan dan kesempatan baru membangun kekuatan swadaya koperasi yang ada menuju koperasi yang sehat dan kokoh bersatu.

2. Uraian Teoritis

Menyambut pengeseran tatanan ekonomi dunia yang terbuka dan bersaing secara ketat, gerakan koperasi dunia telah menetapkan prinsip dasar untuk membangun tindakan bersama. Tindakan bersama tersebut terdiri dari tujuh garis perjuangan sebagai berikut :

­Pertama, koperasi akan mampu berperan secara baik kepada masyarakat ketika koperasi secara benar berjalan sesuai jati dirinya sebagai suatu organisasi otonom, lembaga yang diawasi anggotanya dan bila mereka tetap berpegang pada nilai dan prinsip koperasi;

Kedua, potensi koperasi dapat diwujudkan semaksimal mungkin hanya bila kekhususan koperasi dihormati dalam peraturan perundangan;

Ketiga, koperasi dapat mencapai tujuannya bila mereka diakui keberadaannya dan aktifitasnya;

Keempat, koperasi dapat hidup seperti layaknya perusahaan lainnya bila terjadi "fair playing field";

Kelima, pemerintah harus memberikan aturan main yang jelas, tetapi koperasi dapat dan harus mengatur dirinya sendiri di dalam lingkungan mereka (self-regulation);

Keenam, koperasi adalah milik anggota dimana saham adalah modal dasar, sehingga mereka harus mengembangkan sumberdayanya dengan tidak mengancam identitas dan jatidirinya, dan;

Ketujuh, bantuan pengembangan dapat berarti penting bagi pertumbuhan koperasi, namun akan lebih efektif bila dipandang sebagai kemitraan dengan menjunjung tinggi hakekat koperasi dan diselenggarakan dalam kerangka jaringan.

3. Kesimpulan

Bagi koperasi Indonesia membangun kesejahteraan dalam kebersamaan telah cukup memiliki kekuatan dasar kekuatan gerakan. Daerah otonom harus menjadi basis penyatuan kekuatan koperasi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan lokal dan arus pengaliran surplus dari bawah. Ada baiknya koperasi Indoensia melihat kembali hasil kongres 1947 untuk melihat basis penguatan koperasi pada tiga pilar kredit, produksi dan konsumsi (Adakah keberanian melakukan restrukturisasi koperasi oleh gerakan koperasi sendiri?)

Dengan mengembalikan koperasi pada fungsinya (sebagai gerakan ekonomi) atas prinsip dan nilai dasarnya, koperasi akan semakin mampu menampilkan wajah yang sesungguhnya menuju keadaan "bersama dalam kesejahteraan" dan "sejahtera dalam kebersamaan”.

Senin, 07 November 2011

Laporan Kunjungan Koperasi

Nama Kelompok : Airin Akte Savira / 20210444

Dessy lestari / 21210848

Juni Erbina Saragih / 23210813

Siti Amanah / 26210579

Yuli Chatrine Castro /28210741



Nama Koperasi : Dharma Profesi
Alamat : Jl. H. Samali 77-B, Kalibata, Pasar Minggu
Akte Pendirian
Pada tanggal : 28 November 1987
Dengan nomor : 2157/v.ii/i.-



 SEJARAH KOPERASI

Pada akhir tahun 1985, sekelompok insinyur dah Teknisi profesianal yang memiliki berbagai pengalaman dan keahlian di bidang rekayasa dan rancang bangun proyek-proyek industri, memiliki jiwa kemandirian dan semangat pembangunan sepeti juga rekan-rekannya di kalangan instansi pemerintah.

Badan hukum koperasi ini dipilih dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Memberikan tanggapan positif atas kebijakan dan seruan pemerintah pada masyarakan untuk mengembangkan koperasi sebagai salah satu SOKOGURU perekonomian nasional
b. Wadah usaha koperasi dengan persamaan hak & kewajiban setiap anggota 1 suara dianggap lebih sesuaidengan aspirasi para pendiri dan lebih mencerminkan demokrasi dalam berusaha dan mengutamakan keahlian dan mengutamakan sebagai kontribusi modal utamanya.
c. Koperasi dapat menjadi wadah berusaha yang lebih demokratis dan selalu terbuka bagi anggota baru yang ingin turut serta dalam usaha ini dengan membawa keahlian, pengalaman dan kemampuan pribadi.

Melalui usaha yang cukup panjang dan tak kenal menyerah dan para pemrakarsa terbentuklah KOPERASI DHARMA PROFESI pada tanggal 6 desember 1986 dan secara resmi mendapat AKTE BADAN HUKUM KOPERASI NO. 2157a/BH/I.


 TUJUAN KOPERASI DHARMA PROFESI

KOPERASI Sebagai Badan Usaha bertujuan mengembangkan usaha besar, keahlian dan daya inovasi para ahli dan teknisi profesional untuk berperan serta dalam pembangunan nasional, mencerdaskan bangsa mengisi kemerdekaan serta meningkatkan kesejahteraan karyawan dan anggota pada khususnya dan masyarakat indonesia dan umat manusia pada umumnya untuk mencapai masyarakat adil dan makmur,mandiri dan cerdas sesuai jiwa UUD Dasar 1945.

 RAPAT ANGGOTA
Rapat anggota diselenggarakan paling sedikit 1 kali dalam setahuan yang disebut Rapat Anggota Tahunan, Rapat Anggota Tahunan diselenggarakan untuk membahas dan menegaskan pertanggungjawaban Badan Pengurus, Badan Usaha dan Badan Pengawas dan pelaksanaannya paling lambat 6 bulan setelah tahun buku lampau. Keputusan Rapat Anggota sejauh mungkin diambil berdasrkan musyawarah untuk mufakat. Apabila keputusan tidak dapat dicapai dengan cara musyarawah, maka pengambil keputusan dilakukan berdasrkan suara terbanyak. Dalam hal dilakukan pemungutan suara, setiap anggota mempunyai 1 satu. Perubahan Anggaran Dasar Kperasi dilakukan berdasarkan Keputusan Rapat Anggota yang diadakan khusus untuk itu. Dalam hal Anggaran Dasar tidak menentukan lain Keputusan Rapat Anggota mengenai perubahan Anggran Dasar hanya dapat diambil apabila dihadiri oleh sedikitnya ¾ dari jumlah anggota koperasi.

 PENGURUS
Badan pengurus koperasi dipilih dari dan oleh anggota dalam Rapat Anggota. Yang dapaf dipilih menjadi Badan Pengurus adalah anggota yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Mempunyai sifat jujur, kemampuan kerja serta pribadi yang matang.
b. Mempunyaipengetahuan yang luas tentang perkoperasian dan berjiwa koperasi.
c. Tidak pernah melakukan tindakan atau kegiatan yang merugikan negara, koperasi dan gerakan koperasi serta tidak pernah melakukan tindakan pidana.
Badan pengurus terdiri sekurang-kurangnya 3 orang yaitu Ketua, Sekretaris dan Bendahara. Badan pengurus tidak menerima gaji akan tetapi dapat diberikan uang jasa yang besarnya ditetapkan menurut Peraturan Khusus yang disahkan dalam Rapat Anggota. Apabila karena satu dan lain hal koperasi tidak mempunyai Direksi, maka Badan Pengurus secara kolektif dapat bertindk untuk sementara waktu sebagai Direksi sambil menunggu pengangkatan Direksi yang barru.

 PENGAWASAN
Badan pengawasan dipiilih dari dan oleh anggota dalam RapAT Anggota. Badan pengawasan bertanggung jawab kepada Rapat Anggota. Yang dipilih menjadi badan pengawas adalah anggota yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Mempunyai sifat-sifat jujur dan teliti
b. Mempunyai wawasan yang luas, serta keterampilan yang baik terutama dalam bidang pengawasan.
c. Mengetahui pengetahuan ttntang perkoperasian dan usaha-usaha koperasi.
Pemeriksaan dijalankan oleh suatu Bada Pengawas yang terdiri atas sekurang-kurangnya 2 orang anggota koperasi yag tidak termasuk dalam Badan Pengurus dan dipilih oleh Rapat Anggot. Badan pengawasan tidak menerima gaji, akan tetapi dapat diberikan uang jasa sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
 MODAL BADAN USAHA KOPERASI
1. Modal koperasi terdiri dari Modal Dasar dan Modal Usaha
2. Modal Dasar Berasal dari :
a. Simpanan pokok
b. Simpanan wajib
3. Modal usaha berasal dari :
a. Dana cadangan
b. Dana Hibah
c. Dana pinjaman yang dapat berasal dari pinjaman dari anggota, koperasi lain, Bank dan Lembaga keuangan lainnya
d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya
e. Sumber dana lainnya yang sah

 SISA HASIL USAHA
1. Sisa Hasil Usaha yaitu pendapatan yang diperoleh dalam suatu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan
2. Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan masing-masing anggota terdapat KOPERASI, serta digunakan untuk dana pendidikan, Sosial dan Pembangunan Daerah Kerja sesuai dengan keputusan Rapat anggota

Review Jurnal

Nama Kelompok : Airin Akte Savira / 20210444

Dessy lestari / 21210848

Juni Erbina Saragih / 23210813

Siti Amanah / 26210579

Yuli Chatrine Castro /28210741

Review Jurnal Ekonomi Koperasi

Judul : Membangun Ekonomi Melalui Pemberdayaan Koperasi

Sumber:http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6208289299.pdfhttp://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6208289299.pdf

Abstrak

Tujuan penulisan ini bertujuan untuk mengetahui membanhun ekonomi melalui pemberdayaan koperasi. Penulisan makalah ini menggunakan metod libary research. Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa unutk memajukan perekonomian perlu dilakukan pemberdayaan koperasi sehingga koperasi bukan hanya memajukan perekonomian perlu dilakukan pemberdayaan koperasi sehingga koperasi bukan hanya berperan sebagai lembaga yang menjalankan usaha saja, namun koperasi bisa menjadi alternatif kegiatan ekonomi yang mamu menyejahterakan anggota serta sekaligus berfungsi sebgaia kekuatan pengimbangan dalam sistem perekonomian.

Kata kunci :ekonomi, pemberdayaan dan koperasi

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Krisis moneter yang melanda negara di kawasan ASI (Korea, Thailand, Indonesia, Malaysia) pada thaun 1997 setidnya menjadi saksi sejarah dan sekaligus memberikan pelajaran sangat berharga bahwa sesungguhnya pengembangan ekonomi bangsa yang bebrbasis konglomerasi itu rentan terhadap badai krisis moneter. Sementara itu, pada saat yang sama kita dapat menyaksikan bahwa ekonomi kerakyatan (diantara mereka adalah koperasi), yang sangat berbeda jauh karakteristiknya dengan ekonomi konglomerasi, mampu menunjukan daya tahannya terhadap gemputran badai krisis moneter yang melanda Indonesia.

Pada sisi lain, era globalisasi dan perdagangan bebas yang disponsori oleh kekuatan kapitalis membawa kosekuensi logis antara lain semakin ketatnya persaingan usaha diantara pelaku-pelaku ekonomi berskala internasional. Banyak pihak mengkritik, antara lain Baswir (2003), bahwa konsep perdagangan bebas cenderung mengutamakan kepentingan kaum kapitalis dan mengabaikan perbedaan kepentingan ekonomi antara berbagai srata sosial yang terdapat dalam masyrakat.

Dalam sistem perdagangan bebas tersebut, perusahaan-persuhaan multi nasional yang dikelola dengan mengedapkan prinsip ekonomi yang rasional, misalnya melalui penerapan prinsip efektifitas, efesiensi dan produktifitas akan berhadapan dengan, antara lain koperasi yang dalam banyak hal tidak sebanding kekuatannya. Oleh karena itu agar tetap survive, maka Anthony Giddens (dalam Rahrdjo, 2002) dipopulerkan sebagai the third way, perlu diberdayakan dan melakukan antisipasi sejak dini, apakah dengan membentuk jaringan kerja sama antar koperasi dari berbagai negara, melakukan merger antar koperasi sejenis, melakukan merger antar koperasi sejenis, atau melakukan langkang antisipatif

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini bertujuan untuk mengetahui membangun ekonomi melalui pemberdayaan koperasi.

2. Uraian Teoritis

2.1. Demokrasi dalam Pembangunan Ekonomi

Reformasi yang terus berjalan belum tampak sepenuhnya diikuti dalam bidang ekonomi. Peningkatan kesejahteraan rakyat memang layak dan sah untuk dapat dijadikan barometer berlangsung tidaknya proses demkrasi dalam bidang ekonomi. Pengalam dan banyak literatur menunjukkan betapa demokrasi dipertentangkan dengan stabilitas dan kemajuan ekonomi pada tahun-tahun awal setelah perang dunia kedua.

2.2 koperasi sebagai sistem sosial

Koperasi sebagai sistem sosial merupakan gerakan yang tumbuh berdasarkan kepentingan bersama. Semangat kolegial perlu dipelihara melalui penerapan musyawarah dalam pengambilan keputusan. Koperasi menurut ajaran ekonomi kelembagaan dari john commons mengutamakan keanggotaan yang tidak berdasar keikutsertaan usaha betapapun kecilnya. Koperasi hanya akan berhasil jika manajemennya bersifat terbuka/transparan dan benar-benar partisipatif. Peran anggota merupakan indikator penting dalam mengenali koperasi secara universal.

2.3 membangun demokrasi ekonomi melalui koperasi

Pada pasal 33 jelas tertulis pokok-pokok pikiran bangsa indonesia mengenai demokrasi ekoni. Unsur pokok dalam perekonomian yang berdasarkan demokrasi bagi bangsa indonesia adalah asas kekeluargaan. Asas ini tidak searah dengan paham individualisme,juga tidak dengan paham kolektivisme yang diajarkan oleh marxisme.

2.4 koperasi sebagai penjelmaan ekonomi rakyat

Dalam konteks ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonmi,kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan pengelolaannya dibawah pimpinan dan pengawasan anggota-anggota dan memberikan layanan kepada anggotanya pula. Di jepang, koperasi menjadi wadah perekonomian perdesaan yang berbasis pertanian. Peran koperasi di pedesaan jepang telah menggantikan fungsi bank sehingga koperasi sering disebut pula sebagai ‘ bank rakyat’ karena koperasi tersebut beroperasi dengan menerapkan sistem perbankan.

2.5 Citra dan peran koperasi di berbagai negara

Secara objektif disadari bahwa disamping ada koperasi yang sukses dan mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya, terdapat pla koperasi di koperasi yang berbasis di perguruan tinggi.

3. Pembahasan

Mengkaji kisah sukses dari berbagai koperasi, terutama koperasi di Indonesia, kiranya dapat disarikan beberapa faktor kunci yang dapat disarikan beberapa faktor kunci yang urgent dalam pengembangan dan pemberdayaan koperasi. Diantara faktor penting tersebutk, adalah Pemahaman pengurus dan anggota akan jati diri koperasi yang antara lain dicitrakan oleh pengetahuan mereka terhadap tiga serangkai koperasi, yaitu pengertian koperasi, nilai-nilai koperasi dan prinsip-prinsip gerakan koperasi (principles of co-operative) (internasional Coperative Information Center, 1996). Pemahaman akan jati diri koperasi merupakan entry pointndalam mengimplementasikan jati diri tersebut pada segala aktifitas koperasi. Sebagai catatan tambahan, aparatur pemerintah berkembangnya koperasi yang memiliki competitive advatege dan bergaining position yang serta dengan pelaku ekonomi lainnya. Upaya untuk lebih memberdayakan koperasi diawali dengan mengembalikan koperasi diawali dengan mengembalikan koperasi sesuai dengan jati dirinya. Selain itu deperlukan uaya serius untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan koperasi dalam format gerakan nasional beroperasi secara berkesinambungan kepada warga masyarakat, baik melalui media pendidikan, media masa, maupun media yang lainnya. Semoga koperasi sebagai salah satu representasi dari ekonomi kerakyatan yang bersendikan demokrasi ekonomi dapat tumbuh, berkembang dan berdaya guna serta mampu menjadi salah satu pilar penting perekonomian bangsa.

4. Kesimpulan

Koperasi merupakan suatu sarana pendukung terjadinya kegatan ekonomi yang dapat menjadi kegiatan ekonomi yang besar juga mempengaruhi perekonomian suatu negara dari segi tingkat daya beli masyarakat dan kesejahteraan akan anggota koperasi.Dapat dikatakan koperasi adalah suatu media yang demokrasi,dalam hal ini koperasi berarti tidak ditentukan akan unsur SARA,kelas sosial,ataupun lainnya.semua dapat menjadi anggota koperasi.koperasi merupakan unit kegiatan yang membuat masyarakat lebih mengenal sistem perekonomian dari segi lain yang tidak hanya transaksi jual-beli barang,namun juga simpan-pinjam.