Nama : Yuli
Chatrine Castro
NPM : 28210741
Kelas : 4EB09
Etika
Pemerintahan
Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) adalah
Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai
keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance (
Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam
aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan adalah peraturan hidup
yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan perbuatan
mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada kepribadian atau jati diri
masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara
hatinya ( consience of man).
Good governance merupakan tuntutan yang
terus menerus diajukan oleh publik dalam perjalanan roda pemerintahan. Tuntutan
tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon positif oleh
aparatur penyelenggaraan pemerintahan. Good governance mengandung dua arti
yaitu :
1. Menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara
yang berhubungan dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good
governance mengarah kepada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2. Pencapaian visi dan misi
secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas
pemerintahan serta mekanisme sistem kestabilitas politik dan administrasi
negara yang bersangkutan.
Untuk penyelenggaraan Good governance tersebut
maka diperlukan etika pemerintahan. Etika merupakan suatu ajaran yang
berasal dari filsafat mencakup tiga hal yaitu :
1. Logika, mengenai tentang
benar dan salah.
2. Etika, mengenai tentang
prilaku baik dan buruk.
3. Estetika, mengenai tentang
keindahan dan kejelekan.
Secara etimologi, istilah etika berasal dari
bahasa Yunani yaitu kata ”Virtus” yang berarti keutamaan dan baik sekali,
serta bahasa Yunani yaitu kata ”Arete” yang berarti utama. Dengan
demikian etika merupakan ajaran-ajaran tentang cara berprilaku yang baik
dan yang benar. Prilaku yang baik mengandung nilai-nilai keutamaan, nilai-nilai
keutamaan yang berhubungan erat dengan hakekat dan kodrat manusia yang luhur.
Oleh karena itu kehidupan politik pada jaman Yunani
kuno dan Romawi kuno, bertujuan untuk mendorong, meningkatkan
dan mengembangkan manifestasi-manifestasi unsur moralitas. Kebaikan hidup
manusia yang mengandung empat unsur yang disebut juga empat keutamaan yang
pokok (the four cardinal virtues) yaitu :
1. Kebijaksanaan,
pertimbangan yang baik (prudence).
2. Keadilan (justice).
3. Kekuatan moral, berani
karena benar, sadar dan tahan menghadapi godaan(fortitude).
4. Kesederhanaan dan
pengendalian diri dalam pikiran, hati nurani dan perbuatan harus sejalan
atau ”catur murti” (temperance).
Dengan demikian etika pemerintahan tidak
terlepas dari filsafat pemerintahan. filsafat pemerintahan adalah prinsip
pedoman dasar yang dijadikan sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda
pemerintahan yang biasanya dinyatakan pada pembukaan UUD Negara kalau melihat
sistematika filsafat yang terdiri dari filsafat teoritis,”mempertanyakan yang
ada”, sedangkan filsafat praktis, ”mempertanyakan bagaimana sikap dan
prilaku manusia terhadap yang ada”. Dan filsafat etika. Oleh karena itu
filsafat pemerintahan termasuk dalam kategori cabang filsafat praktis.
Filsafat pemerintahan berupaya untuk melakukan suatu pemikiran mengenai
kebenaran yang dilakukan pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
mengacu kepada kaedah-kaedah atau nilai-nilai baik formal maupun etis.
Dari segi etika, pemerintahan adalah perbuatan
atau aktivitas yang erat kaitannya dengan manusia dan kemanusiaan. Oleh karena
itu perbuatan atau aktivitas pemerintahan tidak terlepas dari kewajiban etika
dan moralitas serta budaya baik antara pemerintahan dengan rakyat, antara
lembaga/pejabat publik pemerintahan dengan pihak ketiga. Perbuatan semacam ini
biasanya disebut Prinsip Kepatutan dalam pemerintahan dengan pendekatan
moralitas sebagi dasar berpikir dan bertindak. Prinsip kepatutan ini menjadi
fondasi etis bagi pejabat publik dan lembaga pemerintahan dalam melaksanakan
tugas pemerintahan.
Etika pemerintahan disebut selalu berkaitan
dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara
selaku manusia sosial (mahluk sosial). Nilai-nilai keutamaan yang
dikembangkan dalam etika pemerintahanadalah :
1. Penghormatan terhadap
hidup manusia dan HAM lainnya.
2. kejujuran baik terhadap
diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya(honesty).
3. Keadilan dan kepantasan
merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap orang lain.
4. kekuatan moralitas,
ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan(fortitude).
5. Kesederhanaan dan
pengendalian diri (temperance).
6. Nilai-nilai agama dan
sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia harus bertindak secara
profesionalisme dan bekerja keras.
Karena pemerintahan itu sendiri menyangkut cara
pencapaian negara dari prespekti dimensi politis, maka dalam perkembangannya
etika pemerintahan tersebut berkaitan dengan etika politik. Etika politik
subyeknya adalah negara, sedangkan etika pemerintahan
subyeknya adalah elit pejabat publik dan staf pegawainya.
Etika politik berhubungan dengan dimensi politik
dalam kehidupan manusia yaitu berhubungan dengan pelaksanaan sistem politik
seperti contoh : tatanan politik, legitimasi dan kehidupan politik. Bentuk
keutamaannya seperti prinsip demokrasi(kebebasan berpendapat), harkat martabat
manusia (HAM), kesejahteraan rakyat.
Etika politik juga mengharuskan sistem politik
menjunjung nilai-nilai keutamaan yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara
etis maupun normatif. Misalnya legitimasi politik harus dapat
dipertanggungjawabkan dengan demikian juga tatanan kehidupan politik dalam
suatu negara.
Etika pemerintahan berhubungan dengan keutamaan
yang harus dilaksanakan oleh para elit pejabat publik dan staf pegawai
pemerintahan. Oleh karena itu dalam etiak pemerintahan membahas prilaku
penyelenggaraan pemerintahan, terutama penggunaan kekuasaan, kewenangan
termasuk legitimasi kekuasaan dalam kaitannya dengan tingkah laku yang baik dan
buruk.
Wujud etika pemerintahan tersebut adalah
aturan-aturan ideal yang dinyatakan dalam UUD baik yang dikatakan oleh dasar
negara (pancasila) maupun dasar-dasar perjuangan negara (teks
proklamasi). Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan UUD 1945 sekaligus pancasila
sebagai dasar negara (fundamental falsafah bangsa) dan doktrin
politik bagi organisasi formil yang mendapatkan legitimasi dan serta keabsahan
hukum secara de yure maupun de facto oleh pemerintahan RI,
dimana pancasila digunakan sebagai doktrin politik organisasinya.
·
MAKNA ETIKA PEMERINTAHAN
Etika berkenaan dengan sistem dari prinsip – prinsip moral
tentang baik dan buruk dari tindakan atau perilaku manusia dalam kehidupan
sosial. Etika berkaitan erat dengan tata susila ( kesusilaan ), tata sopan
santun ( kesopanan ) dalam kehidupan sehari-hari yang baik dalam keluarga,
masyarakat, pemerintahan, bangsa dan negara.
Etika dalam kehidupan didasarkan pada nilai, norma, kaidah
dan aturan. Etika berupa : etika umum ( etika sosial ) dan etika khusus ( etika
pemerintahan ). Dalam kelompok tertentu dikenal dengan etika bidang profesional
yaitu code PNS, code etik kedokteran, code etik pers, kode etik pendidik, kode
etik profesi akuntansi, hakim, pengacara, dan lainnya.
Inti dari Etika Pemerintahan adalah tentang bagaimana cara
menggunakan kekuasaan, “The Use of Power”. Dan dalam menjalankan kekuasaan
tersebut ada nilai-nilai normatif yaitu :
1. Nilai sopan
santun
2. Nilai hukum
3. Nilai moral.
Jadi aparat pemerintahan (baik itu pusat atauoun daerah),
harus menggunakan kekuasaannya dengan etika yang baik dan menjalankan
kekuasaannya dengan nilai-nilai normatif tersebut untuk mencapai tujuan
pemerintahan yang baik dan sehat.
Dalam hubungannya dengan kegiatan pemerintahan,
dikenal legitimasi sebagai dasar untuk mengukur etika dalam kekuasaan
pemerintahan. Pemerintah yang mempunyai legitimasi etis adalah pemerintah yang
dalam perbuatannya menyesuaikan dasar-dasar kekuasaannya dengan norma-norma
moral yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Max
Weber, ciri-ciri legitimasi etis adalah,
1) Penyesuaian persoalan-persoalan kekuasaan secara etis,
dalam arti berdasarkan nilai-nilai moral dalam masyarakat;
2) Perilaku kekuasaan didasarkan landasan etika yang
dihubungkan dengan ajaran atau ideologi;
3) Setiap perbuatan dilakukan secara umum dan tidak hanya
kepentingan tertentu (vested interest).
Etika lebih banyak berbicara tentang baik dan
buruk, bukan benar atau salah sebab yang berbicara tentang benar atau salah
adalah hukum. Baik dan buruk lebih didasarkan norma dan tata krama yang pada
umumnya tidak tertulis tetapi telah disepakati oleh masyarakat sebagai suatu
tata nilai. Setidak-tidaknya dalam organisasi dikenal 3 (tiga) macam etika,
yaitu etika individu, etika organisasi, dan etika profesi.
Etika perorangan menentukan baik atau buruk
perilaku orang per orang (individu), dalam hubungannya dengan individu lain.
Sementara etika organisasi itu sendiri menggariskan konteks tempat
keputusan-keputusan etika persorangan yang justru harus dimiliki oleh orang
yang menjadi pengabdi masyarakat (public servant).
Etika organisasi sebagai aturan (ethics of
rule) yang dicerminkan dalam struktur organisasi dan fungsi-fungsi serta
prosedur termasuk di dalamnya sistem insentif, dan disinsentif dan
sanksi-sanksi berdasarkan aturan. Sedangkan etika profesional berlaku dalam
suatu kerangka yang diterima oleh semua yang secara kaku atau secara moral
mengikat mereka dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Etika profesional
yang dikembangkan dan dilembagakan dalam bentuk "kode etik". Kode
etik ini memperkuat dengan sistem hukum atau mengikat secara moral dalam
menjalankan tugas profesinya.
Ketiga macam etika tadi, idealnya dapat diikuti
dan dipatuhi dan sekaligus dijadikan pedoman, pegangan, dan referensi, dalam
menjalankan pekerjaan profesinya. Untuk menghindari adanya kooptasi politik
antara kepala daerah dengan DPRD maupun sebaliknya perlu dijalankan melalui
prinsip check and balances, artinya adanya keseimbangan serta merta
adanya pengawasan terus-menerus terhadap kewenangan yang diberikannya. Dengan
demikian anggota DPRD dapat dikatakan memiliki akuntabilitas, manakala memiliki
"rasa tanggung jawab" dan "kemampuan" yang profesional
dalam menjalankan peran dan fungsinya tersebut.
Mekanisme check and balances memberikan
peluang eksekutif untuk mengontrol legislatif. Walaupun harus diakui oleh DPRD
(legislatif) memiliki posisi politik yang sangat kokoh dan seringkali tidak
memiliki akuntabilitas politik karena berkaitan erat dengan sistem pemilihan
umum yang dijalankan. Untuk itu ke depan perlu kiranya kepala daerah mempunyai
keberanian untuk menolak suatu usulan dari DPRD terhadap kebijakan yang
menyangkut kepentingannya, misalnya kenaikan gaji yang tidak masuk akal,
permintaan tunjangan yang berlebihan, dan membebani anggaran daerah untuk
kegiatan yang kurang penting. Mekanisme check and balances ini dapat
meningkatkan hubungan eksekutif dan legislatif dalam mewujudkan kepentingan
masyarakat.
DPRD sebagai lembaga legislatif yang
kedudukannya sebagai wakil rakyat tidak mungkin melepaskan dirinya dari
kehidupan rakyat yang diwakilinya. Oleh karena itu secara material mempunyai
kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada rakyat atau publik yang
diwakilinya. DPRD sebagai wakil rakyat dalam tindakan dan perbuatan harus
menyesuaikan dengan norma-norma yang dianut dan berlaku dalam kebudayaan rakyat
yang diwakilinya. Dengan demikian DPRD tidak akan melakukan perbuatan yang
tidak terpuji, menguntungkan pribadi dan membebani anggaran rakyat untuk
kepentingannya. Dengan memahami etika pemerintahan diharapkan dapat mengurangi
tindakan-tindakan yang tercela, tidak terpuji dan merugikan masyarakat.
Untuk itu perlu kiranya dibuatkan "kode
etik" untuk para anggota DPRD yang dapat dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan peran dan fungsinya, sehingga kewenangan yang besar juga disertai
dengan tanggung jawab yang besar pula. Sosok ideal DPRD yang bermoral,
aspiratif dengan kepentingan rakyat, dan selalu memperjuangkan kesejahteraan
masyarakat dapat terwujud. Kuncinya baik eksekutif maupun legislatif harus terjalin
komunikasi timbal balik dan adanya keterbukaan di antara para pihak dalam
penyelesaian segala permasalahan dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
Harapan-harapan tersebut dapat terwujud dengan
adanya pemilihan kepala daerah secara langsung, yang akan memperkuat posisi
kepala daerah sehingga dapat menjadi mitra yang baik bagi DPRD dalam mengatasi
berbagai persoalan yang dihadapi. Peran dan fungsi DPRD akan terjadi perubahan
yang cukup signifikan seiring dengan pengurangan kewenangan yang dimilikinya tersebut.
Dengan adanya keseimbangan hak dan kewenangan tersebut antara eksekutif dan
legislatif diharapkan korupsi yang marak terjadi di DPRD (legislatif) dapat
berkurang seiring dengan pematangan demokrasi dalam kehidupan masyarakat.
Terwujudnya clean and good governance merupakan harapan masyarakat
Sumber :
- http://directory.ung.ac.id/bei/Situ/Prajab/Etika%20pemerintahan.doc
- http://mynameisbahestie.wordpress.com/2013/11/12/etika-governance/
- http://ramadhikaw.blogspot.com/2013/10/ethical-governance-etika-pemerintahan_3817.html
- http://vinaafryani.wordpress.com/2013/10/22/ethical-governance/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar