KEMISKINAN
Seperti yang kita ketahui,kemiskinan merupakan suatu masalah sosial yang memiliki lingkup sendiri dalam suatu Negara.limgkupan ini tentunya mempengaruhi Negara dari segi perekonomian juga kesejahteraan soasial.berikut ulasan mengai kemiskinan yang terjadi di Indonesia.
1.Perkembangan Penduduk Miskin di Indonesia, 1996-2007
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996-2007 berfluktuasi dari tahun ke tahun Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999. Persentase penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen pada periode yang sama. Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 19,14 persen pada tahun 2000 menjadi 15,97 persen pada tahun 2005. Namun pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu dari 35,10 juta orang (15,97 persen) pada bulan Februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75 persen) pada bulan Maret 2006. Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin terjadi karena adanya kenaikan harga BBM yang menyebabkan naiknya harga berbagai barang sehingga inflasi mencapai 17,95 persen selama periode Februari 2005-Maret 2006. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta (16,58 persen), turun 2,13 juta dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2006. Meskipun demikian, persentase penduduk miskin pada Maret 2007 masih lebih tinggi dibandingkan keadaan Februari 2005, dimana persentase penduduk miskin sebesar 15,97 persen.
2.Perkembangan Penduduk Miskin Maret 2007-Maret 2008
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta (16,58 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta.Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode Maret 2007-Maret 2008, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,42 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,79 juta orang Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2007, sebagian besar (63,52 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret 2008 persentase ini hampir sama yaitu 63,47 persen. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2007-Maret 2008. Faktor-faktor tersebut antara lain: Pertama, inflasi umum relatif stabil selama periode Maret 2007-Maret 2008. Laju inflasi umum “year-on-year” (Maret 2008 terhadap Maret 2007) sebesar 8,17 persen. Kedua, komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Rata-rata harga beras nasional selama periode Maret 2007-Maret 2008 turun -3,01 persen, yaitu dari Rp.6.414,- per kg pada Maret 2007 menjadi Rp. 6.221,- per kg pada Maret 2008. Penurunan harga beras ini berbanding terbalik dengan inflasi year-on-year periode yang sama sebesar 8,17 persen. Ketiga, sekitar 70 persen penduduk miskin di daerah perdesaan bekerja di sektor pertanian. Kondisi pekerja di sektor pertanian pada bulan Maret 2008 relatif baik. Secara nasional, rata-rata upah nominal harian buruh tani selama periode bulan Maret 2007-Maret 2008 meningkat 9,88 persen, naik dari Rp.14.932,- pada Maret 2007 menjadi Rp.16.407,- pada Maret 2008. Pada periode yang sama, rata-rata upah riil harian buruh tani juga mengalami kenaikan 0,90 persen, yaitu dari Rp.2.553,- pada Maret 2007 menjadi Rp.2.576,- pada Maret 2008. Artinya, daya beli buruh tani relatif sedikit membaik. Selama Subround I (Januari-April) 2008 juga terjadi panen raya. Produksi padi Subround I-2008 naik 5,55 juta ton (sekitar 24,86 persen) dari produksi padi Subround I-2007, yaitu dari 22,31 juta ton GKG pada Subround I-2007 menjadi 27,86 juta ton GKG pada Subround I-2008 (hasil Angka Ramalan II 2008). Keempat, selama periode Februari 2007-Februari 2008 jumlah penganggur berkurang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2007 sebesar 9,75 persen (10,55 juta orang), tetapi turun menjadi 8,46 persen (9,43 juta) pada Februari 2008. Turunnya pengangguran ini karena terbukanya lapangan kerja di sektor informal secara luas sehingga membuka kemungkinan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin.Dari angka kemiskinan Maret 2008 menurut provinsi ,terdapat sembilan provinsi yang memiliki persentase penduduk miskin yang relatif rendah (angkanya berada di bawah hard core, yaitu di bawah 10 persen). Kesembilan provinsi tersebut adalah Jambi, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Banten, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Dua provinsi yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar pada Maret 2008 adalah Papua (37,08 persen) dan Papua Barat (35,12 persen).
3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2008-Maret 2009
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan.Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta orang, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang).Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada periode Maret 2008 – Maret 2009, perubahan persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 0,9 persen, dan di perdesaan mencapai 0,58 persen. Selama Maret 2008-Maret 2009, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,65 persen, yaitu dariRp182.636,- per kapita per bulan pada Maret 2008 menjadi Rp200.262,- per kapita per bulan padaMaret 2009. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari GarisKemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan(perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2008, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 74,07 persen, tetapi pada Bulan Maret 2009,peranannya hanya turun sedikit menjadi 3,57 persen.
4. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2009-Maret 2010
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen).Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen),berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta jiwa.Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2009 ke Maret 2010. Pada Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daera perdesaan begitu juga pada Maret 2010, yaitu sebesar 64,23 persen.Selama Maret 2009-Maret 2010, Garis Kemiskinan naik sebesar 5,72 persen, yaitu dari Rp200.262,- per kapita per bulan pada Maret 2009 menjadi Rp211.726,- per kapita per bulan pada Maret2010. Dengan memerhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2009 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 73,6 persen, dan sekitar 73,5 persen pada Maret 2010.
BEBERAPA CARA MENGATASINYA
Dalam "Laporan Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia" yang diterbitkan World Bank (2006), Indonesia memiliki peluang emas untuk mengentaskan kemiskinan dengan cepat. Hal tersebut dipengaruhi beberapa faktor.:
Pertama, prioritas program melawan kemiskinan berikut rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia.
Kedua, sebagai negara penghasil minyak dan gas bumi, Indonesia sangat diuntungkan dengan berbagai fenomena melonjaknya harga minyak dunia. Ketiga, proses demokratisasi dan desentralisasi di Indonesia berkembang dengan cukup baik.
Mencermati sejarah pengentasan kemiskinan di Indonesia, akan tampak tiga cara dominan yang dipilih untuk mengentaskan kemiskinan. Ketiga cara itu adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat, dan pengeluaran pemerintah. Masing-masing cara menangani minimal satu dari tiga ciri utama kemiskinan di Indonesia, yaitu kerentanan, sifat multidimensional, dan keragaman antardaerah.
Pertama, membuat pertumbuhan ekonomi bermanfaat bagi rakyat miskin. Pertumbuhan ekonomi telah dan akan tetap menjadi landasan bagi pengentasan kemiskinan. Pertama, langkah membuat pertumbuhan bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci bagi upaya untuk mengaitkan masyarakat miskin dengan proses pertumbuhan, baik dalam konteks pedesaan-perkotaan maupun berbagai pengelompokan berdasarkan daerah dan pulau. Hal ini sangat mendasar dalam menangani aspek perbedaan antardaerah.
Dalam menangani ciri kerentanan kemiskinan yang berkaitan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apa pun yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat akan dapat dengan cepat mengurangi angka kemiskinan serta kerentanan kemiskinan.
Kedua, membuat layanan sosial bermanfaat bagi rakyat miskin. Penyediaan layanan sosial bagi rakyat miskin, baik oleh sektor pemerintah maupun swasta, mutlak dalam penanganan kemiskinan di Indonesia. Hal itu merupakan kunci dalam menyikapi dimensi nonpendapatan kemiskinan di Indonesia. Indikator pembangunan manusia yang kurang baik, misalnya angka kematian ibu yang tinggi, harus diatasi dengan memperbaiki kualitas layanan yang tersedia untuk masyarakat miskin. Hal ini lebih dari sekadar persoalan yang berkaitan dengan pengeluaran pemerintah karena berkaitan dengan perbaikan sistem pertanggungjawaban, mekanisme penyediaan layanan, dan bahkan proses kepemerintahan.
Ketiga, membuat pengeluaran pemerintah bermanfaat bagi rakyat miskin. Di samping pertumbuhan ekonomi dan layanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka menghadapi kemiskinan. Pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek nonpendapatan.
Demikian sedikit ulasan mengenai kemiskinan di Indonesia yang saya dapat dari berbagai sumber.semoga bermanfaat.
SUMBER-SUMBER:
(http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan-01jul08.pdf?)
(http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan-01jul10.pdf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar